Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buntu, MKD Masih Ributkan Rekaman hingga "Legal Standing" Laporan Sudirman

Kompas.com - 23/11/2015, 17:26 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan menunda membawa kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto ke persidangan.

Sebab, internal MKD masih mempermasalahkan legal standing Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pelapor, hingga bukti rekaman pertemuan Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin yang dianggap tak lengkap.

Keputusan ini diambil dalam rapat pleno tertutup MKD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/11/2015).

"Keputusan belum bisa diketok hari ini. Kita akan lanjutkan besok sore," kata Ketua MKD Surahman Hidayat seusai rapat.

Surahman mengatakan, Sudirman dianggap tak mempunyai legal standing berdasarkan Bab IV Pasal 5 ayat (1) tentang Tata Beracara MKD. (Baca: Anggota MKD: Asal-usul Rekaman Tak Penting, yang Penting Substansinya)

Dalam pasal itu disebutkan, laporan dapat disampaikan oleh:

a; Pimpinan DPR atas aduan Anggota terhadap Anggota; b. Anggota terhadap Pimpinan DPR atau Pimpinan AKD; dan/atau c. masyarakat secara perseorangan atau kelompok terhadap Anggota, Pimpinan DPR, atau Pimpinan AKD.

Sementara Sudirman melaporkan Novanto atas nama Menteri ESDM dan menggunakan kop surat kementeriannya. (Baca: "Freeport Jalan, Kita 'Happy', Kita Golf, Kita Beli 'Private Jet'")

"Ini perlu didudukkan apakah bisa lembaga eksekutif itu mengadukan legislatif. Kita undang pakar bahasa hukum besok untuk berkonsultasi mengenai masalah ini," kata Surahman.

Adapun terkait rekaman yang tak lengkap, Surahman menyebutkan bahwa rekaman yang diberikan ke MKD hanya berdurasi 11 menit. (Baca: Pengacara Novanto Anggap Rekaman yang Diserahkan Sudirman Langgar UU ITE)

Sementara Sudirman saat menyampaikan laporannya menyebut pertemuan itu berlangsung selama 120 menit.

"Nah, yang 100 menit lagi itu isinya apa?" ucap Surahman.

Keputusan ini tidak diambil secara bulat oleh seluruh pimpinan dan anggota MKD yang hadir. (Baca: Setya Novanto: Saya Tak Pernah Akui Rekaman Itu Suara Saya)

Wakil Ketua MKD Junimart Girsang menilai, persoalan legal standing hingga rekaman yang tak lengkap itu tak perlu dipermasalahkan.

Dalam laporannya ke MKD, Sudirman menyebut adanya pertemuan sebanyak tiga kali. Pertemuan itu dilakukan antara Maroef Sjamsoeddin, Setya Novanto, dan Riza Chalid.

Dalam pertemuan ketiga, Sudirman mengatakan, ada permintaan saham sebesar 11 persen yang diklaim untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport. (Baca: "Politisi Kuat" Minta Saham 20 Persen ke Freeport untuk Presiden dan Wapres)

Sudirman mengaku mendapat informasi itu dari pimpinan Freeport.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com