Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Novanto Anggap Rekaman yang Diserahkan Sudirman Langgar UU ITE

Kompas.com - 23/11/2015, 12:50 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengacara Ketua DPR Setya Novanto, Firman Wijaya, menganggap rekaman percakapan antara kliennya, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin merupakan hasil penyadapan.

Menurut dia, penyadapan dan perekaman adalah dua hal yang sama. Tindakan itu dianggapnya ilegal dan melanggar hukum.

"Secara legal, teknis antara penyadapan dan perekaman itu sama memperoleh suara seseorang tanpa izin. Ini persoalannya," kata Firman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (23/11/2015).

Ia menganggap tindakan perekaman tersebut telah melanggar ketentuan di dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (Baca: Kata Kapolri, Polisi Tak Bisa Usut Pencatutan Nama Tanpa Laporan Jokowi-JK)

Jika merujuk pada konteks perolehan alat bukti, kata dia, maka pihak yang memiliki otoritas untuk melakukannya adalah aparat kepolisian, kejaksaan, dan penegak hukum lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

"(Legal teknis yang dilanggar) Pasal 31 dan 32 UU ITE. Itu jelas sudah bisa dibaca. Di situ jelas siapa otoritas yang boleh melakukan intercept," kata dia.

Firman meminta agar Mahkamah Kehormatan Dewan dapat memperhatikan ketentuan di dalam UU ITE dalam mengusut kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang ditudingkan kepada Novanto. (Baca: Setya Novanto Akan Laporkan Sudirman Said ke Polisi)

Tudingan itu sebelumnya dilayangkan Menteri ESDM Sudirman Said. Selain itu, Sudirman juga telah menyerahkan transkrip dan rekaman percakapan tersebut ke MKD.

"Siapa yang boleh melakukan, otoritas apa. Ini yang kita harapkan sebelum sidang MKD ini sudah clear terlebih dahulu," ujarnya.

"Karena ini berkaitan dengan aktivitas penyadapan, atau interception, atau yang disebut dengan wire tapping, ini tentu semua harus ada otoritas terhadap alat bukti yang ada saat ini di MKD. Jangan sampai bermasalah, alat bukti ini otoritasnya," lanjut dia.

Sudirman sebelumnya melaporkan Novanto ke MKD atas dugaan pelanggaran kode etik.

Presiden Joko Widodo terkejut dan marah terhadap informasi tentang adanya politisi dan pihak lain yang diduga menggunakan namanya untuk meminta saham dari PT Freeport Indonesia. Masalah ini perlu dijelaskan dengan jernih. (Baca: Wapres: Presiden Marah)

"Presiden terkejut dan marah serta akan menelusuri dan meminta penjelasan. Presiden juga tidak tahu apa yang terjadi (dengan) informasi permintaan saham. Tentu, Presiden akan menindaklanjutinya," kata JK, beberapa waktu lalu.

JK membantah pernyataan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan tentang tidak adanya restu Presiden saat Sudirman melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke MKD. (Baca: Kalla Anggap Sudirman Said Salah jika Tahu Aksi Novanto Tapi Tak Dilaporkan)

Menurut JK, Sudirman sudah melaporkan kepadanya dan Presiden sebelum mengadu ke MKD. (Baca: JK Bantah Pernyataan Luhut Pandjaitan soal Sudirman Said)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com