Oleh: Daldiyono
JAKARTA, KOMPAS - Saat ini terdapat wacana yang ramai diulas, yaitu hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual pada anak.
Ada kerancuan terminologi pada Wikipedia, juga Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): paedofil, pedofil, disamakan dengan pelaku kejahatan seksual pada anak.
Pedofil berasal dari bahasa Yunani: paidos, artinya 'anak' dan phil dari kata philo, artinya 'cinta atau sayang pada anak' atau 'penyayang anak'.
Jadi, sebaiknya kita menghindari istilah kejahatan seksual pada anak dengan istilah pedofil.
Sebaiknya istilah ini dipakai pada para pengasuh panti asuhan yang merawat bayi yang baru lahir, termasuk bayi cacat.
Para dokter spesialis kesehatan anak dan para perawat anak-anak di rumah sakit adalah juga pantas menyandang predikat pedofil. Mereka memiliki naluri dan panggilan untuk menyayangi anak-anak.
Berita terakhir, Menteri Hukum dan HAM akan membuat peraturan tentang hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual pada anak.
Ada baiknya jika masalah ini dikaji dengan saksama dari berbagai sudut pandang akademik dan aspek ilmu hukum agama, dari sudut pandang (ilmu) psikologi, dan lain-lain.
Dari sudut ilmu kedokteran, dari sudut pandang medis teknis sudah dibahas, yaitu melalui tiga cara: pengebirian hormonal, pengebirian saraf, dan pengebirian pengambilan buah pelir (testis) yang dalam istilah asing disebut castration.
Pada kesempatan ini saya bermaksud menyumbang pemikiran membahas hukuman kebiri dari aspek moral dan etika kedokteran.
Moral bermakna suatu nilai yang wajib diikuti agar suatu perbuatan itu disebut benar.
Moralitas lalu dituliskan, yang kalau sudah disebut sanksinya menjadi hukum dan UU.
Adapun etika adalah nilai-nilai yang perlu dipakai sebagai pedoman agar perbuatan disebut baik.
Etika dalam pelaksanaan menjadi sopan santun, etiket yang jika dituliskan jadi pedoman perilaku agar tingkah laku dan perbuatan terlihat dan terasa baik, bagi orang lain.
Moralitas kedokteran di Indonesia tertumpu pada dua perkara. Pertama, ilmu kedokteran adalah ilmu dari Allah karena itu pelaksanaan profesi kedokteran merupakan bagian dari ibadah.
Fondasi kedua, dokter menolong dan memberikan yang terbaik, yang merupakan kewajiban dokter karena mendapat keterampilan pengobatan berasal dari para pasien yang dari awal dipakai sebagai subyek pembelajaran.
Dalam pelaksanaan moralitas dikaji menjadi ilmu etika yang dalam etika kedokteran disepakati ada empat nilai dasar (prima facie) etika kedokteran: asas manfaat bagi pasien; asas tidak mencederai atau tidak merugikan; asas hak mengambil keputusan apa yang akan dikerjakan; dan asas keadilan.
Nilai dasar etika
Etika kedokteran dirumuskan dalam kode etik kedokteran. Di Indonesia disebut Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Tiap perhimpunan dokter di suatu negara punya kode etik sendiri-sendiri.
Kode etik kedokteran Amerika berbeda dengan kode etik kedokteran Indonesia, misalnya soal aborsi.
Demikian juga kode etik kedokteran Korea Selatan berbeda dengan kode etik kedokteran Indonesia, misalnya soal kebiri.
Meski berbeda, semuanya bertumpu pada teori etika yang disepakati, yaitu empat nilai dasar utama di atas.