JAKARTA, KOMPAS.com - "Setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya. Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah daripada menyerah."
Petikan kata dalam surat terbuka Pramoedya Ananta Toer (Pram) di Lembaran Kebudayaan "Lentera" surat kabar Bintang Timur, 17 November 1963, menunjukkan bahwa arti kata pejuang di mata seorang Pram adalah mereka yang tak kenal menyerah apapun upayanya.
Bakor Hutahusut (Buchori), seorang konseptor manifes kebudayaan, sempat mempertanyakan nilai perjuangan Pram.
Tepat di hari pahlawan, 10 November 1963, Buchori menulis surat terbuka berjudul "Apakah Bung Pram Memang Revolusioner?" di surat kabar yang sama.
Pada masa revolusi, tepatnya 1946, Pram sempat ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara oleh tentara Belanda.
Namun, di dalam penjara Pram mampu menulis dan menghasilkan berbagai karya. Misalnya Keluarga Gerilya, Perburuan, dan Di Tepi Kali Bekasi.
Buchori mengkritik keras karena Pram tak mencoba melarikan diri sebagai tawanan saat itu dan malah asyik menulis buku-bukunya di Penjara Bukit Duri dengan alat-alat tulisnya, yang disebut Buchori didapatkan dari orang-orang Belanda.
Menurut dia, seorang revolusioner atau pejuang haruslah berjuang secara fisik.
Pram dicap sebagai pemecah belah potensi nasional lantaran asyik menulis di tengah perang revolusi.
"Dalam revolusi yang dimenangkan tidak ada kesusastraan revolusioner, karena para pengarang revolusioner meletakan pena dan berjuang secara fisik meruntuhkan terlebih dahulu kekuasan kaum reaksioner guna memenangkan revolusi," kata Buchori mengutip seorang penulis Tiongkok abad ke-20, Lu Hsun.
Namun, Pram memiliki jawaban tegas atas tuduhan itu.
"Kalau benar penghianat tanah air dan nasion Indonesia, tak perlu pemerintah mengeluarkan banyak biaya untuk penahanan saya. Beri saya pistol dan peluru. Saya sendiri akan menghancurkan kepala saya. Saya tidak pernah menarik kata-kata ini," tulis Pram.
Bagi Pram, apa yang ia lakukan di dalam penjara, menulis, adalah bentuk perjuangan yang bisa dilakukannya. Sebuah upaya menemukan kebebasan meski meringkuk di sel. Upaya dari rasa tak menyerahnya. Karena di mata Pram, seorang yang menyerah, bukan pejuang lagi.
Makna Perjuangan Kini
Di tengah pola hidup hedonis serta sikap pragmatis yang menjamur di masyarakat saat ini, penggalian akan nilai-nilai perjuangan kian jauh ditinggalkan.
Bahkan, untuk menengok makna pejuang pun dirasa berat lantaran sudah terlalu kuno di zaman yang sudah serba praktis ini.
Namun, sebenarnya pemaknaan kata pejuang tak perlu diartikan terlalu berat.
"Masa '45, ya pahlawan itu yang berjuang berperang dengan senjata, tapi kalau dewasa ini tentu kalau kaya Anda semua pegang senjata, kayak teroris. Ya, kan? Jadi berbeda," ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla sembari tertawa di Kantornya, Jakarta, Senin (9/11/2015).
Setiap orang bisa jadi pejuang, bisa jadi pahlawan. Caranya, kata JK, dengan memahami peran dan tanggung jawab masing-masing.
Mereka yang mampu bekerja lebih memberikan manfaat lebih kepada masyakarat, kepada negara, di semua bidang, adalah pejuang.
"Jadi yang dimaksud pahlawan siapa yang berjuang di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan dan bidang kemanusiaan, yang memepengaruhi secara baik kepada seluruh masyarakat, menginspirasi masyarakat, mengubah masyarakat dengan positif. Itulah pahlawan," kata Wapres.
Di awal, Pram sudah memaknai pejuang adalah mereka yang tak kenal menyerah apapun upayanya. Rasa tak kenal menyerah itu jadi kuncinya, sebagai seorang penulis, ia tetap menulis, sebagaimana perannya.
Kini, pemaknaan pejuang itu pula mesti dimaknai ulang, melalui kesadaran, peran, dan tanggung jawab masing-masing anak republik yang usianya sudah 70 tahun ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.