"Rasanya media massa jangan masuk. Media adalah ujung tombak penyampaian kebebasan berekspresi masyarakat. Kalau misalnya media massa masuk, ada kekhawatiran kita balik lagi ke zaman orde baru," ujar Jimmy dalam diskusi yang digelar Kejaksaan Agung di kawasan Anyer, Cilegon, Banten, Sabtu (7/11/2015).
Jimmy menambahkan, dimasukkannya unsur media massa dalam surat edaran itu bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti. Kapolri pernah menyampaikan bahwa perkara hate speech yang terdapat pada media massa, harus mengacu pada hukum acara di Undang-Undang Pers. (Baca: Pro Kontra Surat Edaran 'Hate Speech' dan Jawaban Kapolri...)
"Walaupun Kapolri sudah bilang ini (SE) cuma untuk media sosial, tetapi sudah kita ketahui bersama media massa masuk di dalamnya. Berarti Anda (wartawan) pun masuk ke dalam obyek edaran itu, Anda pun dipantau," ujar Jimmy. (Baca: Bagaimana Cyber Crime Polri Bekerja Setelah Surat Edaran "Hate Speech"?)
Ia juga berharap Kapolri mengkaji lagi surat edaran itu, khususnya soal klausul media massa. Menurut dia, penindakan atas ujaran kebencian yang mungkin muncul di media massa sedianya mengacu pada UU Pers, bukan berdasarkan surat edaran.