Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Perlu Sosialisasikan Kriteria Konten yang Dianggap Sebar Kebencian

Kompas.com - 29/10/2015, 19:00 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi harus memperjelas kriteria konten di dunia maya yang dianggap sebagai ujaran kebencian. Hal itu harus disosialisasikan agar masyarakat tahu batas-batas konten yang disebarkan.

Ahli digital forensik Ruby Z Alamsyah mengatakan, Polri memang perlu memantau aktivitas masyarakat internet (netizen) karena seringkali konten yang disebarkan di dunia maya justru menimbulkan fitnah hingga potensi konflik sosial.

Dengan diedarkannya Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 tentang penanganan ujaran kebencian, hal itu dapat ditekan. (Baca Polri Antisipasi Ujaran Kebencian)

Namun, polisi perlu membeberkan kriteria konten seperti apa yang dianggap menyebarkan kebencian.

"Yang kontra menganggap surat edaran ini akan membuat enggak bisa berpendapat dan lain-lain. Tapi tetap saja, yang namanya dunia maya adalah dunia yang harus dijaga untuk tetap beradab. Menjadi tugas kepolisian untuk melindungi simbol negara atau pihak-pihak yang merasa dihujat sehingga tidak timbul konflik," kata Ruby saat dihubungi Kompas.com, Kamis (29/10/2015).

Ruby mengatakan, polisi tidak bisa disalahkan karena peraturan soal larangan penyebaran konten fitnah dan penghasutan sebenarnya sudah ada dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta KUHP.

Namun, ia menilai bahwa banyak masyarakat yang tidak mengetahui kriteria konten yang dianggap menyebarkan kebencian. Sering kali netizen membuat konten yang tanpa disadarinya menyalahi aturan perundang-undangan.

Maka dari itu, Ruby berharap agar polisi gencar melakukan sosialisasi terlebih dahulu tentang definisi dan kriteria onten yang dianggap menyebarkan kebencian.

"Perlu definisi yang jelas termasuk kategori kebencian. Pokok-pokoknya diperjelas, disosialisasikan ke masyarakat agar aware. Karena, faktanya meski UU ITE sudah ada sejak tahun 2011, masih banyak orang yang tidak tahu. Begitu ada kejadian, biasanya mereka baru tahu dampaknya," ucap pria yang memiliki sertifikat internasional di bidang digital forensik tersebut.

Surat edaran yang ditandatangani Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti pada 8 Oktober 2015 itu telah diedarkan ke seluruh kepolisian daerah.

(Baca Surat Edaran Kapolri soal Penanganan Ujaran Kebencian Disebar ke Polda)

Melalui surat itu, Badrodin meminta agar polisi lebih peka terhadap potensi konflik sosial dengan segera mendeteksi dan mendamaikan pihak-pihak yang berselisih.

Surat edaran itu diterbitkan karena ujaran kebencian bisa menimbulkan terjadinya kebencian kolektif, diskriminasi, pengucilan, kekerasan, sampai pembantaian etnis.

Ujaran kebencian yang dimaksud adalah penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan menyebarkan berita bohong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com