Kepala Bidang Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Jateng Agus Santoso, Minggu, mengatakan, agar suatu temuan dapat dijual (komersialisasi), harus ada keterkaitan antara akademisi, pelaku usaha, pemerintah, dan komunitas. Tanpa itu, suatu karya inovasi tidak akan dapat diterapkan secara luas.
Selama ini, kata Agus, karya atau temuan masyarakat dikaitkan dengan kebutuhan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Pemasaran produk yang dihasilkan belum sampai pada tataran industri karena biasanya industri menghendaki untuk produksi massal sehingga belum memadai.
"Sementara ini, yang diarahkan untuk industri dikembangkan di Solo Techno Park. Produk lain ada yang sempat ditawarkan ke industri, tetapi sampai saat ini masih belum ada perkembangan sehingga lebih banyak diterapkan di tataran komunitas. Namun, kami tetap mendorong untuk pengurusan hak paten agar temuan masyarakat terlindungi," katanya.
Pada Lomba Kreasi dan Inovasi (Krenova) Jateng 2015, kata Agus, sebanyak 70 karya masyarakat dari 35 kabupaten/kota di Jateng bersaing. Dari 20 karya terbaik, diseleksi lagi menjadi 16 karya yang akan difasilitasi pembuatan hak patennya oleh Pemerintah Provinsi Jateng.
Selain itu, Balitbang Jateng juga berupaya membangun jaringan penelitian (jarlit) antara akademisi, pelaku usaha (industri), pemerintah, dan komunitas (masyarakat). Jaringan penelitian ini difasilitasi dalam sebuah sistem informasi yang disebut sistem inovasi daerah (sida) yang dapat diakses melalui internet.
Salah satu inovasi terbaik adalah Proskap, yaiu produk sampah kemasan plastik yang dibuat oleh Siti Aminah dari lembaga Cipta Karya Manunggal, Solo. Ia membuat papan pengganti tripleks atau asbes dari sampah plastik kemasan yang dipres dengan suhu tinggi.
"Selama ini, sampah plastik kemasan menjadi masalah besar karena tidak laku dijual, dan jumlahnya banyak sekali sehingga tak ramah lingkungan. Kami bekerja sama dengan Universitas Negeri Sebelas Maret membuat semacam papan dari plastik," kata Siti.
Papan dari sampah kemasan plastik, kata Siti, lebih kuat dibandingkan tripleks dan tahan air sehingga ketahanannya pun lebih lama. "Ini masih taraf uji coba. Kami terkendala mahalnya alat pres. Kalau bisa memiliki alat, tak hanya dapat membuka lapangan pekerjaan, tetapi persoalan sampah akan terkurangi," ujarnya. (GRE/RWN/UTI)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Oktober 2015, di halaman 22 dengan judul "Pemimpin Harus Bervisi Kreatif".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.