Data Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan, kinerja aparat penegak hukum dalam menyidik kasus korupsi selama semester I tahun 2015 dinilai menurun. Sampai dengan semester I tahun 2015, aparat penegak hukum hanya mampu menaikkan 50,6 persen dari total 2.447 kasus korupsi pada tahap penyidikan ke penuntutan.
ICW juga menyatakan, aparat penegak hukum belum berhasil menyidik semua temuan Badan Pemeriksa Keuangan serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang memiliki unsur pidana korupsi senilai Rp 59,8 triliun.
Menurut peneliti ICW, Wana Alamsyah, penurunan ini dipicu oleh menurunnya kuantitas dan kualitas kasus korupsi yang disidik KPK.
Belum maksimal
Pada saat yang sama, penegak hukum yang berada langsung di bawah kendali Presiden Jokowi juga belum maksimal dalam memberantas korupsi.
Dalam setahun terakhir, belum ada kasus korupsi besar di tangan Bareskrim Polri yang dilimpahkan ke tahap penuntutan. Kasus besar tersebut antara lain penjualan kondensat PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dengan BP Migas, pengadaan uninterruptible power supply (UPS) di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pembayaran elektronik atau payment gateway, pengadaan mobil derek PT Pelabuhan Indonesia II, dan program tanggung jawab sosial PT Pertamina. Dari kasus tersebut, hanya kasus UPS dengan tersangka Alex Usman yang sudah rampung dan dilimpahkan ke kejaksaan.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti memastikan semua kasus masih dalam proses penyidikan. Namun, Polri perlu berkoordinasi dengan sejumlah lembaga, seperti kejaksaan dan BPK, untuk penyelesaian kasus-kasus tersebut. "Kasus TPPI, contohnya, telah dilimpahkan ke kejaksaan oleh penyidik, tetapi kami masih menunggu total kerugian negara yang dikeluarkan oleh BPK," ujar Badrodin.
Situasi serupa terjadi di Kejaksaan Agung. Di awal Januari 2015, sesaat setelah HM Prasetyo dipilih Presiden sebagai Jaksa Agung, lembaga ini sempat menunjukkan harapan baru ketika Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi dibentuk Jaksa Agung.
Tim yang beranggotakan 100 jaksa ini pun gencar mengurus sejumlah tindak pidana korupsi, terutama mengungkap rekening gendut yang dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Bahkan, Prasetyo menyatakan, Kejaksaan Agung telah menyidik 24 kasus baru pada 2015 dan 88 kasus tunggakan tahun 2014. Kasus itu antara lain penyalahgunaan bantuan sosial dari APBD Cirebon dengan kerugian negara Rp 1,8 miliar; kasus pengadaan alat kontrasepsi di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dengan kerugian Rp 4,4 miliar; kasus pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan di RSUD Raden Mattaher, Jambi, dengan kerugian negara Rp 2,5 miliar; proyek pengadaan program siap siar di TVRI dengan kerugian Rp 14 miliar; serta pengadaan mobil listrik di tiga BUMN.