Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa PDI-P "Ngotot" Revisi UU KPK yang Sudah Ditolak Presiden?

Kompas.com - 08/10/2015, 13:50 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mempertanyakan sikap PDI Perjuangan, yang terkesan ngotot ingin merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sikap Fraksi PDI-P itu bertentangan dengan sikap Presiden Joko Widodo yang sudah menolak usulan revisi ini.

"Kenapa PDI-P memaksakan inisiasi mengubah UU KPK? Publik bertanya, kenapa Menkumham dari PDI-P dan Fraksi PDI-P mengajukan revisi yang sudah ditolak presiden. Ada apa di balik ini?" kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/10/2015).

Pada Juni lalu, Jokowi sudah menolak adanya revisi UU KPK dan memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menariknya dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Sejak itu, Presiden tidak pernah lagi menyinggung soal revisi UU KPK. (Baca Ketua KPK: Presiden Jokowi Tolak Revisi UU KPK)

Namun, pada rapat Badan Legislasi DPR, Selasa (6/10/2015), PDI-P dibantu lima fraksi lain kembali mengajukan revisi UU KPK ini.

"Apakah artinya PDI-P sudah membicarakan dengan Menkumham dan mengoreksi pendapat dahulu? Apakah PDI-P sudah bicara dengan Pak Jokowi?" ucap Hidayat.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera itu mengingatkan bahwa revisi ini bukan usulan DPR secara keseluruhan, melainkan hanya sebagian fraksi. PKS menolak usulan revisi ini karena sejumlah pasal pada draf RUU KPK justru akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

"Harusnya DPR fokus selesaikan tunggakan prolegnas. Dari 39 RUU Prolegnas 2015 dan baru selesai tiga. Nanti karena ini jadi tidak fokus dan tidak selesai," ucapnya.

Setidaknya ada 15 anggota Fraksi PDI-P yang mengusulkan revisi UU KPK saat rapat Badan Legislasi DPR, Selasa lalu. Selain PDI-P, ada lima fraksi lain yang mengusulkan revisi ini, yakni Nasdem, PPP, Hanura, PKB, dan Golkar.

Beberapa poin revisi menjadi perhatian, antara lain KPK diusulkan tidak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. KPK juga dilarang menangani perkara yang nilai kerugian negaranya di bawah Rp 50 miliar.

Selain itu, KPK diusulkan hanya memiliki masa kerja selama 12 tahun.Fungsi pendidikan antikorupsi pada KPK juga diusulkan dihilangkan. Ada juga usulan bahwa hanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri, Kejaksaan Agung dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang boleh menjadi pegawai KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com