JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, meminta agar Kejaksaan Agung berhati-hati jika ingin menghentikan atau melanjutkan perkara Bambang Widjojanto ke tahap penuntutan di pengadilan.
"Kejagung sebaiknya memang mengkaji perkara BW ini secara komprehensif dan independen. Tidak hanya sekadar memeriksa BAP yang diserahkan oleh kepolisian," kata Arsul saat dihubungi, Selasa (6/10/2015).
Arsul mengingatkan, Kejagung perlu mempertimbangkan semua aspek sebelum menghentikan perkara itu. Jangan sampai, penghentian perkara dilakukan karena adanya desakan dari sejumlah pihak.
"Bukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan seperti karena adanya desakan dari para akademisi seperti beberapa waktu lalu," kata dia.
Begitu pula, jika ada hal yang janggal dan sulit untuk dibuktikan, maka penghentian perkara dapat dilakukan. Jika perkara itu tetap dilanjutkan dan Bambang menang di pengadilan, maka profesionalisme Kejagung akan dipertanyakan.
"Tapi harus diingat, jika sampai dipaksakan naik ke pengadilan dan BW bebas, maka yang malu adalah Kejaksaan karena akan dianggap tidak cakap dan profesional dalam penuntutan," ujarnya.
Dikutip dari harian Kompas, Presiden Joko Widodo mengatakan akan mempertimbangkan permintaan para akademisi untuk memerintahkan bawahannya menghentikan dugaan kriminalisasi terhadap Bambang. Presiden akan menjadikan permintaan para akademisi itu sebagai bahan masukan dalam mengambil keputusan.
"Ini masukan-masukan yang baik. Nanti saya pertimbangkan, sangat saya pertimbangkan," kata Presiden Jokowi di sela-sela kunjungan kerja di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (3/10/2015).
Permintaan itu muncul dari 64 akademisi sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Mereka memberi masukan kepada Presiden untuk memerintahkan Jaksa Agung mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) atau tindakan hukum lain atas nama keadilan dan kepastian hukum terhadap kasus yang menimpa Bambang. Langkah ini dibutuhkan karena kasus itu berpotensi menjadi catatan buruk pemberantasan korupsi.
Akademisi yang turut mendukung gerakan ini antara lain Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Komariah Emong S, Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto, Guru Besar Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara Bismar Nasution, dan Ketua Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Yunus Husein.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan, para akademisi menilai, ada dugaan kriminalisasi dalam kasus Bambang. Sebagai panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi, Presiden Jokowi harus menyadari bahwa kasus Bambang terus berlanjut. Dengan demikian, hal itu bertentangan dengan perintahnya untuk menghentikan segala bentuk upaya kriminalisasi (Kompas, 3/10/2015).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.