Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pascaputusan MK, KPU Punya Tiga Pekerjaan Rumah

Kompas.com - 30/09/2015, 10:35 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi terkait pasangan calon tunggal di pilkada memberikan pekerjaan rumah baru untuk Komisi Pemilihan Umum. KPU harus melakukan sejumlah penyesuaian agar pelaksanaan pilkada dengan calon tunggal tidak bermasalah.

Menurut Hafidz, ada tiga hal yang perlu mendapatkan perhatian KPU, yakni mekanisme kampanye, debat pasangan, dan penyelesaian sengketa calon tunggal. Ia mengatakan, dalam tahapan kampanye, akomodasi atas pilihan "Tidak Setuju" harus sama dengan "Setuju" yang berisi pasangan calon.

Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang sama sebagai dasar sebelum menentukan pilihan jika pasangan calon tunggal yang maju layak dipilih.

"Untuk itu, alat peraga kampanye yang disediakan KPU juga perlu dipikirkan materi apa yang ada dalam alat peraga 'tidak setuju' tersebut," kata Hafidz, melalui keterangan tertulis, Rabu (30/9/2015).

Sementara itu, debat pasangan calon biasanya digunakan sebagai ajang untuk menguji antarpasangan calon. Dengan adanya putusan tersebut, maka harus dipikirkan bagaiman mekanisme debat antarpasangan pada daerah dengan calon tunggal. Menurut dia, publik berhak tahu sejauh apa kapasitas dan ketangkasan pasangan calon kepala daerah yang akan memimpin wilayah mereka.

"Untuk itu, KPU perlu merumuskan debat agar pemilih tetap dapat menilai keunggulan komparatif meskipun pasangan calonnya hanya satu," ujar Hafidz.

Terakhir, KPU juga harus menjamin bahwa keadilan harus tetap ditegakkan di dalam penyelenggaraan pemilu. Pasalnya, tidak ada jaminan tidak ada penggelembungan suara pada pilkada dengan calon tunggal.

"Bila terjadi penggelembungan suara yang nyata-nyata memengaruhi hasil penghitungan suara dan menguntungkan pasangan calon 'setuju', lalu siapa pihak yang berhak mewakili pihak 'tidak setuju' untuk mengajukan gugatan sengketa hasil suara?" papar dia.

Mahkamah Konstitusi menetapkan norma baru dalam mekanisme pemilihan kepala daerah dengan satu pasangan calon (calon tunggal). MK mengatur bahwa pemilihan calon tunggal dilakukan menggunakan kolom "setuju" dan "tidak setuju".

Menurut MK, pemilihan melalui kolom "setuju" dan "tidak setuju" bertujuan memberikan hak masyarakat untuk memilih calon kepala daerahnya sendiri. Sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam demokrasi, masyarakat diberikan hak untuk mengikuti pemilihan, termasuk untuk memilih menunda pemilihan.

Apabila yang memilih kolom "setuju" lebih banyak, calon tunggal itu ditetapkan sebagai kepala daerah. Tetapi, jika lebih banyak yang memilih "tidak setuju", maka pelaksanaan pilkada di daerah tersebut akan ditunda hingga pilkada pada periode selanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com