Jadi, tidak saja kita harus berhati-hati dengan program ambisius, tetapi sembrono untuk mendigitalisasi semua perangkat dan mengoneksi via hotspot atau Wi-Fi seluruh elemen bangsa. Kita pun harus waspada serta mengontrol nafsu kita yang begitu hebat akan investasi asing. Jangan karena tekanan dari segelintir negara investor lalu kita jual martabat dan harga diri bangsa dengan membolehkan pekerja asing mencari nafkah sebanyak-banyaknya di negeri kita tanpa pengetahuan sedikit pun tentang bahasa kita.
Implikasi kebijakan oportunis ini bukan hanya menciptakan banjir tenaga asing sehingga mengurangi peluang kerja bagi buruh lokal yang sudah sempit. Juga harus pula dilihat implikasinya terkait peluang penyelundupan manusia terselubung (pekerja asing yang kemudian menetap permanen dengan cara ilegal) hingga infiltrasi intelijen yang bermain katak di antara para pekerja asing tersebut.
Bagaimana pekerja asing dapat bekerja dengan baik dan efisien jika ia tidak mampu berkomunikasi dengan baik dengan sejawat lokalnya sehingga tak mampu mengenali atau memahami kondisi sosial-psikologis-kultural masyarakat atau bangsa di mana kemampuan profesionalnya ia kerahkan? Bahasa adalah lambang jati diri bangsa kita, bukan saja karena diakui seluruh kebudayaan dunia, melainkan juga disumpahkan oleh para pemuda perintis kemerdekaan kita pada 1928.
Apakah sudah begitu remuk dan rendahnya bangsa ini menjual jati diri dan martabatnya demi sejuta atau semiliar dollar saja? Bahkan, kepada sosok seperti Donald Trump? Suku bangsa mana pun di negeri ini, saya yakin, mereka pasti akan menggelengkan kepalanya.
Radhar Panca Dahana
Budayawan
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 September 2015, di halaman 6 dengan judul "Menghina Diri Sendiri".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.