Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denny: Apa yang Saya Lakukan untuk Pelayanan Publik, Bukan Korupsi

Kompas.com - 29/07/2015, 20:18 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan, apa yang dilakukannya terkait proyek payment gateway ialah untuk memperbaiki pelayanan publik. Oleh karena itu, ia merasa tak melakukan korupsi dalam proyek itu. Denny telah ditetapkan Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang sistem payment gateway.

"Apa yang saya lakukan itu benar-benar untuk memperbaiki pelayanan publik. Jika disebut korupsi, jelas tidak," ujar Denny di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/7/2015).

Sistem payment gateway atau pembayaran pembuatan paspor secara online, kata Denny, menghilangkan praktik calo dan pungutan liar di kantor Imigrasi. Sistem itu juga memotong waktu pembuatan paspor. 

"Kalau pemohon paspor pakai calo, misalnya, harga pembuatan paspor Rp 225.000, teman-teman itu bisa bayar Rp 500.000, Rp 1 juta, bahkan lebih," ujar Denny.

"Tapi, kalau pakai payment gateway, apa mungkin pemohon menitipkan ATM-nya ke calo? Enggak kan? Jadi, dengan sistem online ini, calo hilang, pungli hilang, karena orang itu akan bayar sendiri," kata Denny.

Sementara itu, terkait potongan biaya sebesar Rp 5.000 dari pembayaran paspor yang dikategorikan sebagai korupsi, menurut Denny, potongan itu sesuatu yang wajar dari sistem pembayaran via online di mana pun. Sebab, sebelum proyek itu dimulai, pihaknya telah berkonsultasi dengan PT KAI soal bagaimana menerapkan sistem pembayaran via online. PT KAI dipilih lantaran dianggap memiliki pengalaman yang paling andal soal pembayaran online.

"Di sana (pembayaran karcis di PT KAI) pun ada biaya. Contoh lain, misalnya beli pulsa PLN Rp 500.000, pulsa yang masuk dipotong kan? Fee perbankan itu biasa," lanjut Denny.

Oleh karena itu, Denny meminta penyidik memeriksa saksi ahli yang diajukannya, yaitu Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Profesor Eddy OS Hiariej. Eddy, sebut Denny, akan menjadi saksi meringankan.

"Kami harap ini dibahas, digelar perkara lagi, setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan tersangka, memang tak cukup bukti. Kami pun berharap perkara ini pun jadi dihentikan," ujar kuasa hukum Denny, Heru Widodo.

Dalam kasus itu, penyidik telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi. Denny diduga menunjuk langsung dua vendor yang mengoperasionalkan sistem payment gateway.

Vendor itu membuka rekening untuk menampung uang pungutan pemohon paspor. Uang itu mengendap di rekening vendor selama beberapa hari, kemudian baru ditransfer ke kas negara. Penyidik juga menemukan bukti bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi pernah mengeluarkan rekomendasi bahwa sistem payment gateway itu memiliki risiko hukum.

Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com