Kedua, tunjuk satu lembaga untuk mengawalnya. Namanya boleh apa saja. Karena merupakan unit independen di dalam pemerintahan yang memberi masukan kepada presiden, ia harus obyektif, pantang terbelit kepentingan apa pun, baik politik maupun lainnya. Kerjanya bukan semata "kerja konvensional" monitoring evaluasi melapor (kepada presiden), tetapi yang jauh lebih penting adalah melakukan perbantuan (consulting), pembenahan, serta penguraian sumbatan terhadap K/L bahkan daerah.
Ketiga, (pemimpin) K/L harus meningkatkan kemampuannya dalam menyampaikan sinyal-sinyal positif lebih dari sekadar kebutuhan untuk berkomunikasi. Contoh: bagaimana kita memberikan sinyal terkait sebuah produk keputusan presiden yang keliru atau sinyal terkait peneraan nomenklatur kelembagaan yang kurang tepat. Alih-alih problem teknis, hal ini sebetulnya merupakan problem mendasar organisasi, yakni penguasaan komunikasi dan psikologi massa. Keempat, perkuat sistem aduan rakyat yang sudah eksis itu, yakni LAPOR! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat), dalam hal kecepatan respons dan tindak lanjutnya. Pengelola LAPOR! harus punya kemampuan melakukan penguatan kepada K/L/ daerah agar terus memperbaiki kinerja.
Kesemua empat butir itu memiliki arti penting bagi rakyat. Rakyat menjadi melek bahwa pemerintahnya tak absen. Pemerintahnya ada dan bekerja.
Kuntoro Mangkusubroto
Ketua Dewan Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB; Pendiri Institut Deliverologi Indonesia (IDeA)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Juli 2015, di halaman 6 dengan judul "Menakar Kinerja Kabinet".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.