Semua butir kesepakatan dalam Kontrak Kinerja Menteri berangkat dari visi-misi presiden. Apa pun nama visi-misinya, yang pasti, harus clear dan dapat dijalankan (workable). Perubahan-perubahan di dalam struktur kabinet pun harus mencerminkan visi-misi presiden. Dilakukannya fisi dan fusi K/L ataupun transfusi sebuah unit dari satu K/L ke K/L lain pun secara konsisten harus merefleksikan visi-misi itu. Resonansi sinyal komunikasi yang buruk memancarkan sinyal-sinyal yang justru tak membantu dalam menjelaskan kepada rakyat mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Kurang solidnya para pembantu presiden di lingkungan Istana juga termasuk. Kalaupun teresonansi, sinyal-sinyal itu sulit diterima, menjelma noise, atau pesannya membingungkan.
Ada dan bekerja
Komunikasi adalah pernyataan-pernyataan, adapun sinyal adalah "komunikasi plus". Sinyal lebih kompleks karena di dalamnya terajut relasi banyak aspek, antara lain: pernyataan, gambar, grafik, gestur, hingga pernyataan lepas-yang seolah-olah tanpa konteks, tetapi bermakna-bagi rakyat. Sinyal yang meleset akan merepotkan dan mendistorsi kepastian hingga kepercayaan (trust). Kita perlu lebih cermat jika harus menjaminkan ukuran kinerja semata-mata pada frekuensi munculnya "aktivitas komunikasi" menteri (baca: popularitas) di media massa. Betapa tidak, media massa cenderung bias. Biasnya itu bisa akibat kepemilikan modal, lembaga konsultan yang diminta menilai, hingga afiliasi politik pemiliknya.
Apabila ini semua telah dipertimbangkan dan kemudian dapat ditangani secara baik, setidaknya modal untuk mengukur kinerja pemerintah itu sudah ada, tinggal menunjuk unit yang mengawal evaluasi kinerja pemerintah. Unit inilah yang kemudian melapor ke presiden agar, dari waktu ke waktu, presiden bisa luwes dan yakin dalam melakukan perubahan-perubahan tanpa harus keluar dari konteks teknis pemerintahan. Karena sistematis, presiden niscaya terbantu dan konfiden ketika tiba saatnya melakukan pengambilan-pengambilan keputusan.
Berangkat dari hal-hal di atas, sedikitnya terdapat empat butir yang menurut hemat saya perlu dijalankan. Pertama, "ikat" para pemimpin K/L dengan kontrak kinerja-terlepas akan ada kocok ulang atau tidak-agar manakala di kemudian hari ada perubahan, semua pihak bisa memiliki acuan sama. Kontrak kinerja dijabarkan menjadi program-program K/L dengan ukuran jelas dan terukur. Penjabarannya, ada baiknya, per tahun. Sebagai permulaan, milestone evaluasi paling dekat terpenting adalah Desember 2015. Pasalnya, pada titik itu, bilamana ditemukan ketidaksesuaian atau penyimpangan, segera dapat dilakukan pembenahan. Jadi, jabarkan dulu hingga Desember 2015; baru menyusul yang sampai Desember 2016, Desember 2017, dan seterusnya. Berdasarkan prioritas-prioritas inilah aspek perencanaan mengikutinya.