Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mempertaruhkan Aspirasi Rakyat

Kompas.com - 09/07/2015, 16:01 WIB
Reduksi makna

Waktu dan sumber daya untuk mengelola politik personal itu jelas akan mengalihkan konsentrasi anggota Dewan, dan parpol-parpol di DPR, dari penyelenggaraan peran perwakilan rakyat yang secara konstitutif harus mereka emban kepada perhatian terhadap program pembangunan dapilnya yang cenderung pragmatis. Peran perwakilan rakyat punya makna dan cakupan luas dalam sistem presidensial:  mencegah kesewenangan kekuasaan pemerintah oleh Presiden serta memastikan penyelenggaraan kekuasaan itu ditujukan untuk melayani dan memenuhi kebutuhan/aspirasi rakyat untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Pengejawantahan peran ini tercakup dalam tiga fungsi pokok DPR: legislasi, anggaran, dan pengawasan. Jika ketiga fungsi ini dijalankan secara berintegritas, anggota DPR pada substansinya memperjuangkan aspirasi rakyat.

Fakta empirik berkata lain. Kinerja DPR dalam tiga fungsi ini jeblok. Tak terlihat indikasi-indikasi integritas kinerja DPR. Bahkan, DPR baru hasil Pemilu 2014 yang secara genetik berkarakter produktif, militan, dan kompeten tak memantulkan kecenderungan peningkatan kualitas kinerja dalam tiga fungsi utama itu. Penilaian FORMAPPI (Desember 2014-Mei 2015) atas kinerja DPR pada tiga masa persidangan tahun sidang pertama 2014-2015 menunjukkan capaian: legislasi di bawah 30 persen; anggaran memihak pemenuhan kepentingan sendiri (dana pembangunan rumah aspirasi Rp 1 triliun, dana aspirasi Rp 11,5 triliun); pengawasan relatif nihil jika diacukan pada tiadanya tindak lanjut temuan-temuan BPK oleh DPR; dan, serap aspirasi  tidak terdata kalaupun tidak ada sama sekali. Alih-alih melakukan upaya peningkatan kinerja, DPR malahan mencari-cari fungsi baru yang bukan bagian utama mandat perwakilan rakyat, yaitu fungsi diplomatik.

DPR kurang mampu dan berusaha sepenuhnya menjalankan peran representasinya. Hasil kerjanya memperjuangkan aspirasi rakyat tak kelihatan, kalaupun bukan tak ada. Meski dapat mencegah  kesewenang-wenangan eksekutif dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, DPR mengalami kesulitan menjelaskan keberhasilannya ini kepada konstituen. Sebab, DPR  kurang meluangkan waktu dan forum yang intens untuk berkomunikasi dengan konstituen. Dengan alasan keterbatasan dukungan fasilitas, bertemu dengan konstituen yang beragam dan menjangkau dapil yang luas adalah pekerjaan yang melelahkan; apalagi tak ada insentif langsung didapat dari forum itu, makin memperkuat keengganan anggota berlama-lama tinggal di dapil. Dari alokasi waktu 30 hari kerja reses untuk temu konstituen di dapil, anggota DPR biasanya hanya mengambil 10 hari. Jika ini sebanding lurus dengan cakupan komunikasi dan serapan aspirasi konstituen, maka capaiannya hanya 30 persen. Anggota DPR tampak kurang berkehendak mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada, dan kurang berniat menyerap secara mendalam aspirasi dari, semua ragam kelompok konstituen di dapil.

Dalam kondisi itu, UP2DP diyakini anggota DPR akan jadi bukti di hadapan konstituen  bahwa dia memenuhi aspirasi masyarakat setempat. Namun, tampaknya bukan kepedulian anggota DPR jika UP2DP itu hanya memenuhi 30 persen aspirasi, atau bahkan kurang. Yang penting ada pujian dan dukungan semakin kuat masyarakat setempat. Jika ini kasusnya, UP2DP benar-benar reduksi kalau bukan pengingkaran makna peran representasi rakyat jadi pemenuhan kepentingan diri anggota DPR. Ini bukti anggota DPR menyangkal sendiri sumpahnya memperjuangkan aspirasi rakyat. Ini jelas pertaruhan aspirasi rakyat yang sangat mahal.  

Tommi A Legowo
Pendiri dan Peneliti Senior FORMAPPI

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Juli 2015, di halaman 6 dengan judul "Mempertaruhkan Aspirasi Rakyat".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com