Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tindak Pidana Komisioner KPK

Kompas.com - 04/07/2015, 15:00 WIB

Oleh: Zainal Arifin Mochtar

JAKARTA, KOMPAS - Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat aturan Pasal 32 Ayat 2 yang mengatur, "Dalam hal Pimpinan KPK menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya".

Hal ini pulalah yang dikenakan kepada Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, dua unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberhentikan karena menjadi tersangka dalam tindak pidana yang dituduhkan kepadanya. Pasal ini memang menarik. Jauh berbeda daripada lembaga lain dalam hal pemberhentian dan kaitannya dengan model praduga tak bersalah, KPK tentu lebih ketat dalam hal ini. Secara historik, sulit menegasikan bahwa pasal itu dicantumkan karena adanya keinginan mendapatkan komisioner KPK yang bersih sebersih-bersihnya, sehingga dengan sendirinya hal ini menempatkan marwah KPK menjadi sangat kuat dan tinggi. Artinya, aturan Pasal 32 Ayat 2 UU KPK adalah dalam rangka menjaga KPK melaksanakan tugas dan fungsi KPK itu sendiri.

Problemnya, apa yang dibayangkan pembentuk UU ketika membentuk aturan itu adalah dalam konsep penegakan hukum normal, yakni ketika semua proses penegakan hukum hadir melalui proses hukum yang benar dan bukan proses yang diada- adakan. Sering kali, dengan mudah seseorang ditetapkan menjadi tersangka dengan bukti yang terekayasa, tak sempurna atau dicari-cari, bahkan bukti tidak lengkap sekalipun, hanya berdasar pada mekanisme penegakan hukum pidana memiliki "rem darurat" yang dapat digunakan dalam bentuk surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Bayangan tak normal tersebut tidaklah terbayangkan dalam pembentukan UU KPK. Sepanjang pembacaan atas risalah UU KPK, sama sekali tidak terdapat pembahasan mendetail mengenai hal tersebut. Hanya selalu disandarkan pada keinginan bahwa orang yang berada di KPK adalah orang yang terjaga kapasitas dan integritasnya.

Padahal, di tengah beragamnya ketentuan pelanggaran pidana-mulai dari yang serius hingga sangat sepele, praktik penegakan hukum yang sering kali keliru, maupun mudahnya untuk mendalilkan bahwa ada prinsip korektif SP3-membuat sangat mungkin terjadinya penetapan tersangka atas pimpinan KPK yang berujung pada dihentikan sementaranya seorang pimpinan KPK.

Jangan dilupakan, ada begitu banyak ancaman pidana yang tersebar di berbagai UU. Baik yang sangat berat maupun yang sangat sepele. Dalam sebuah pandangan, jumlahnya dapat mencapai kira-kira 6.000-an. Itu baru di UU, belum lagi yang berasal dari sekian banyak peraturan daerah yang juga mencantumkan pasal-pasal mengenai ancaman pidana. Jumlah yang besar dan gejala penegakan hukum yang tak normal tentu menjadi padanan meyakinkan untuk mengatakan mudahnya penersangkaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Nasional
Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Nasional
Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Nasional
Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Nasional
Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Nasional
PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

Nasional
Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Nasional
Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Nasional
Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

Nasional
Video Bule Sebut IKN 'Ibu Kota Koruptor Nepotisme' Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

Video Bule Sebut IKN "Ibu Kota Koruptor Nepotisme" Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

Nasional
Ahli Pidana: Bansos untuk “Korban” Judi Online Sama Saja Kasih Narkoba Gratis ke Pengguna…

Ahli Pidana: Bansos untuk “Korban” Judi Online Sama Saja Kasih Narkoba Gratis ke Pengguna…

Nasional
KPK Akan Gelar Shalat Idul Adha Berjamaah untuk Tahanan Kasus Korupsi

KPK Akan Gelar Shalat Idul Adha Berjamaah untuk Tahanan Kasus Korupsi

Nasional
Ahli Sebut Judi Online seperti Penyalahgunaan Narkoba, Pelakunya Jadi Korban Perbuatan Sendiri

Ahli Sebut Judi Online seperti Penyalahgunaan Narkoba, Pelakunya Jadi Korban Perbuatan Sendiri

Nasional
PBB Copot Afriansyah Noor dari Posisi Sekjen

PBB Copot Afriansyah Noor dari Posisi Sekjen

Nasional
Anies, JK, hingga Sandiaga Nonton Bareng Film LAFRAN yang Kisahkan Pendiri HMI

Anies, JK, hingga Sandiaga Nonton Bareng Film LAFRAN yang Kisahkan Pendiri HMI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com