Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tindak Pidana Komisioner KPK

Kompas.com - 04/07/2015, 15:00 WIB

Implikasi pemberhentian

Mudahnya terjadi penghentian sementara ini akan membuat kerepotan tersendiri akibat UU KPK yang tidak mengatur berbagai hal lain berkaitan dengan pemberhentian sementara. Misalnya dalam hal KPK terpaksa kekurangan pimpinan akibat pemberhentian secara bersamaan, maka dengan seketika terpaksa dikeluarkan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu), seperti yang sudah terjadi belakangan ini. Bahkan turunan dari itu juga tidak diatur dengan detail. Dalam posisi berhenti sementara, apakah aturan-aturan mengenai larangan etik dan sebagainya tetap terkena pada pimpinan yang sedang berhenti sementara ini?

Belum lagi gejala turut campur presiden melalui Perppu pun seharusnya dapat dihindari, mengingat praktik Perppu yang sering kali jauh dari kesan hukum, tetapi lebih terkesan politik. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Perppu pengisian sementara jabatan pimpinan KPK karena pimpinan kurang dari tiga orang yang saat ini terjadi.

Problemnya adalah penegasian usia 65 tahun pemilihan pimpinan KPK sementara dalam Perppu tersebut. Tentu pertanyaan mendasar secara ketatanegaraan adalah hal ihwal kegentingan memaksa apa yang terjadi sehingga usia 65 pun juga harus dikesampingkan?

Akan tetapi, karena lagi-lagi ini adalah soal politik dan sering kali bukan hukum, maka ada saja penerimaan terhadap praktik pengeluaran Perppu semacam ini. Bahkan ketika tak ada alasan obyektif yang bisa membenarkan kenapa usia di atas 65 tahun tetap diperbolehkan mengisi jabatan pimpinan KPK, tetap saja tak ada problem di DPR. Gejala ikut campur politik ini sangat berbahaya.

Jeremy Pope sudah mengingatkan bahwa wewenang memberhentikan untuk sementara harus dalam kaitan dengan alasan-alasan yang meyakinkan. Namun, wewenang ini mudah sekali disalahgunakan. Lebih lanjut, kata Pope, "Kita dapat membayangkan sebuah skenario di masa depan, kepala badan anti korupsi mungkin diberhentikan sementara oleh presiden semata-mata karena ia menyelidiki tuduhan-tuduhan yang dapat memalukannya dari sisi politik. Karena itu, harus selalu ada pembatasan yang jelas."

Apa yang dinyatakan Pope sesungguhnya adalah adanya kemungkinan distingsi antara keinginan menegakkan integritas dengan bayangan penegakan hukum yang normal dengan fakta bahwa adanya kemungkinan penyalahgunaan oleh akibat penegakan hukum yang tak normal. Kelihatannya, analisis Pope menemukan kontekstualitasnya di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com