Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendidikan Kita dan Keledai Dungu

Kompas.com - 29/06/2015, 23:01 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

KOMPAS.com — Sumiati uring-uringan. Putri bungsunya yang bernama Bella tak bisa masuk SMA negeri lantaran nilai ujian nasional (NUN) yang dulu bernama nilai ebtanas murni (NEM) cuma 29. Padahal, nilai terendah untuk SMA yang dikenal paling buruk mutunya di wilayah tempat Sumiati tinggal adalah 30. Jadi, Bella terpaksa harus menghapus cita-citanya menjadi seorang dokter yang harus berbekal ijazah jurusan MIA (Matematika dan Ilmu Alam) dari sebuah SMA. Bella terpaksa harus memilih masuk ke SMK negeri dan membangun mimpi yang lain.

Sebetulnya, Bella bisa saja masuk SMA swasta. Namun, lantaran biaya masuk dan uang bulanan sebuah SMA swasta tak bisa terjangkau oleh keuangan keluarga Sumiati, walhasil mau tidak mau anaknya harus mengejar SMK negeri agar biaya sekolahnya kelak ringan.

Sebetulnya, bukan cuma karena anaknya tak bisa masuk SMA negeri yang membuat Sumiati kecewa, melainkan karena dirinya sangat prihatin dengan perjuangan Bella selama ini. Sepanjang sekolah di sebuah SMP negeri, Bella dikenal rajin belajar. Itulah sebabnya, sepanjang bersekolah di SMP, nilai rapornya selalu bagus dan selalu masuk tiga besar di kelasnya.

Sumiati menangkap betul kekecewaan Bella. Meski Bella bilang, "Aku enggak apa-apa," perilaku Bella yang malas makan dan kerap melamun sudah bercerita banyak betapa anak perempuannya sedang galau.

Sumiati tak sendiri. Cerita soal kekecewaan juga terdengar dari beberapa orangtua siswa yang anak-anaknya berprestasi dalam pelajaran selama ini, tetapi dikalahkan dalam perolehan NUN oleh siswa-siswa lain yang selama ini biasa-biasa saja dalam hal prestasi belajar.

Si Badu, kawan Bella, yang selama ini dikenal malas belajar, memperoleh NUN 36. Kemudian Toto, yang gemar mencontek, "diganjar" nilai 37. Demikian juga Tarno dan Tuti, mereka yang selama ini ogah-ogahan sekolah malah mendapat nilai 35.
 
Sumiati dan para orangtua yang merasa anaknya telah dicurangi oleh keadaan pun mulai mencari tahu sebab musabab terjadinya kejahatan di dunia pendidikan kita itu.

Hal pertama yang dilakukan oleh Sumiati adalah bertanya kepada Bella, mengapa semua ini terjadi. Bella yang baik tentu saja tak bicara banyak. Dia lebih menyalahkan dirinya yang merasa bodoh dan kurang tekun belajar. Lantas, diam-diam Sumiati bertanya kepada kawan-kawan Bella yang memiliki NUN sama dengan Bella yang bernama Lucy.

Satu info menarik didapat Sumiati dari Lucy. Katanya, sebelum ujian nasional (UN) berlangsung, dirinya sempat ditawari bocoran soal yang bisa dibeli seharga Rp 200.000. Namun karena Lucy tak mau memberatkan kedua orangtuanya, dia pun memilih untuk berusaha sendiri dalam mengerjakan UN.

Informasi dari Lucy rupanya menjadi pemantik bagi Sumiati untuk mencari tahu kecurangan yang telah melukai hati Bella, anaknya. Sumiati pun mendengar cerita bahwa banyak kepala sekolah yang menginstruksikan kepada gurunya untuk menyebarkan kunci jawaban kepada para siswanya. Alasannya sangat sederhana. Dengan begitu, pihak sekolah tak jatuh martabatnya lantaran para anak didiknya banyak yang tak lulus. Lebih dari itu, jika hasil NUN para anak didiknya bagus, wibawa sekolah juga akan berkibar.

Begitulah, setelah mendapatkan semua informasi yang dicarinya, Sumiati pun tercenung sendiri. Ke mana dirinya akan mencari keadilan? Kepada siapa dirinya akan bertanya tentang kecurangan ini?

Untunglah, dalam kekecewaan yang mendalam, ibu Lucy dan ibu-ibu siswa lainnya yang senasib dengan dirinya bisa kompak serta saling menghibur dan menguatkan.

Perhimpunan ibu-ibu kecewa ini pun makin banyak jumlah anggotanya. Lantaran kian banyak itulah, cerita pun tambah seru dan menakutkan. Bu Sri, misalnya, bilang bahwa di sekolah anaknya, lembar soal jawaban UN dijual Rp 2 juta. Biasanya siswa pertama yang diberi "amanah" untuk memperdagangkan lembar jawaban itu akan mendistribusikan kepada sepuluh siswa lainnya dengan harga Rp 200.000.

"Mau dibawa ke mana pendidikan kita ini?" seru ibu Tuti yang mulai terpancing emosinya.

"Dibawa ke tong sampah," sahut Bu Hesti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Nasional
Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Nasional
Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Nasional
Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Nasional
Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Nasional
Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Nasional
Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Nasional
Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Nasional
Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Nasional
Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Nasional
Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Nasional
Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Nasional
Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Nasional
Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com