Ada lima aspek informasi perusahaan yang digali untuk membangun indeks ini, yaitu: (1) kepemimpinan, tata kelola, dan organisasi; (2) manajemen risiko; (3) kode etik dan kebijakan; (4) pelatihan; serta ( 5) personalia dan saluran pengaduan. Kelima aspek itu dipecah ke dalam 41 pertanyaan. Berdasarkan kriteria itu perusahaan alutsista dikategorikan dalam enam kategori (band), yaitu A (buktinya melimpah), B (buktinya banyak), C (buktinya cukup), D (buktinya terbatas), E (buktinya sangat terbatas), dan F (hampir tak ada bukti).
Akhir April 2015, TI-UK meliris hasil survei terkini indeks anti korupsi perusahaan alutsista. Ada 163 perusahaan alutsista yang disurvei dari 47 negara. Temuan utamanya paling menarik adalah semakin banyak perusahaan alutsista yang serius mengelola risiko korupsi berbisnis di sektor ini. Indikasinya jelas, selama kurun 2012-2015, jumlah dan persentase perusahaan alutsista yang masuk kategori A dan B bertambah dari 10 (8 persen) menjadi 26 (17 persen). Lebih detail, jumlah perusahaan masuk kategori A bertambah dari 1 menjadi 4, sementara kategori B bertambah dari 9 menjadi 22. Jumlah perusahaan yang masuk kategori paling bawah, F, berkurang dari 46 menjadi 35. Dari 85 perusahaan alutsista yang masuk kategori D sampai F pada 2012, 29 perusahaan sudah meningkatkan disklosur etika dan program anti korupsinya kepada publik.
Beberapa perusahaan alutsista bahkan memperbaiki risiko korupsinya secara tajam: 3 perusahaan naik 3 peringkat, 9 perusahaan naik 2 peringkat, dan 30 perusahaan naik 1 peringkat. Padahal, kriteria yang dipakai untuk survei tahun ini 7 persen lebih ketat ketimbang survei tahun 2012. Pertanyaannya lebih rigid dan pemberian skornya lebih variatif. Misalnya, pada survei terbaru sudah mulai ditanyakan tentang ada tidaknya offset contract, agenda untuk meninjau ulang program anti korupsi, donasi perusahaan untuk kegiatan amal, dan whistleblowing system.
Empat perusahaan yang masuk kategori A adalah Bechtel, Lockheed Martin, Fluor Corporation, dan Raytheon. Semua berbasis di Amerika Utara. Lockheed Martin adalah metamorfosis dari General Dynamics yang dulu memproduksi F-16. Prototipe F-16 dikembangkan pada 1970-an dan diproduksi secara industrial pada 1980-an. Pada zaman itu F-16 termasuk pesawat tempur paling canggih. Meskipun pesawat bekas itu melalui proses daur ulang dan refurbikasi, risiko tak laiknya tetap lebih tinggi daripada pesawat baru.
Pada 1993, General Dynamic menjual sahamnya ke Lockheed Corporation. Kemudian pada 1995 Lockheed Corporation jadi Lockheed Martin setelah melalui penggabungan antara Lockheed dengan Martin-Marietta. Martin- Marietta dulunya juga hasil penggabungan antara Glenn L Martin Company dengan American-Marrietta Corporation.
Dari sisi pemasok terlihat juga relevansinya menginvestigasi kebijakan dan proses pengadaan F-16: apakah Lockheed Martin sudah konsisten dan ajek menerapkan etika dan program anti korupsinya? Tersedianya informasi tentang peringkat perusahaan alutsista anti korupsi ini memungkinkan kita melakukan pilih kelir, acak corak: mau dengan siapa kita berbisnis alutsista tanpa korupsi.