Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inikah Siasat Mengganggu Pilkada?

Kompas.com - 23/06/2015, 15:04 WIB


Oleh: Anita Yossihara dan A Ponco Anggoro

JAKARTA, KOMPAS - Beberapa anggota Komisi II DPR langsung menginterupsi begitu Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik menunjukkan surat undangan yang diterima dari Sekretariat Jenderal DPR dalam rapat dengar pendapat Komisi II dengan KPU dan Badan Pengawas Pemilu, Senin (22/6/2015) pagi. Menurut Husni, undangan itu membahas agenda tunggal, yakni evaluasi pelaksanaan Peraturan KPU atau PKPU.

Pernyataan Husni memang mengejutkan, termasuk tamu dan wartawan yang hadir memenuhi ruang balkon Komisi II. Sebab, sejak akhir pekan lalu tersebar informasi bahwa pada Senin Komisi II akan menggelar rapat meminta penjelasan KPU mengenai laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pelaksanaan anggaran pemilu tahun 2013-2014.

Pada awal rapat, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman sudah mengungkapkan agenda rapat adalah meminta penjelasan KPU terkait LHP BPK atas anggaran pemilu tahun 2013- 2014. Dalam LHP BPK itu diketahui, terdapat indikasi ketidakpatuhan terhadap UU dalam pengelolaan anggaran sebesar Rp 334 miliar. Dari total temuan itu, didapat indikasi kerugian negara Rp 13,7 miliar.

Politikus Partai Golkar itu pun menegaskan, tidak ada motif apa pun di balik permintaan penjelasan. "Tidak ada unsur dendam, tidak ada unsur apa- apa. Kami juga bukan ingin melemahkan KPU," katanya.

Pernyataan Husni soal undangan formal yang diterima menimbulkan perdebatan di antara anggota Komisi II. Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Nasdem, Lutfi A Mutty, mengatakan, dirinya juga menerima undangan dari Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR bahwa agenda rapat dengan KPU dan Bawaslu adalah membahas pelaksanaan PKPU dan Peraturan Bawaslu.

Setelah lebih dari setengah jam berdebat, Komisi II dan KPU akhirnya bersepakat, rapat digelar untuk mendengarkan penjelasan KPU soal tindak lanjut temuan BPK.

Menekan KPU

Meski akhirnya KPU menjelaskan tindak lanjut LHP BPK, pembahasan LHP BPK di Komisi II tetap menimbulkan pertanyaan. Salinan LHP BPK atas pelaksanaan anggaran Pemilu 2013-2014 sudah beredar di kalangan wartawan pada 11 Juni lalu. Pemberitaan tentang hasil audit anggaran pemilu mulai ramai dibahas di berbagai media massa sejak pertengahan pekan lalu. Berita di sejumlah media disebut-sebut oleh Rambe sebagai pertimbangan Komisi II menggelar rapat membahas temuan BPK.

 

Padahal, LHP BPK soal anggaran Pemilu 2013-2014 sudah diserahkan ke KPU pada Januari lalu. Bahkan, menurut Ketua KPU Husni Kamil Manik, KPU sudah menindaklanjuti 75 persen rekomendasi BPK.

Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Rufinus Hutauruk, menyatakan kecurigaannya ada agenda tersembunyi dari partai-partai tertentu untuk mengaitkan hasil audit BPK dengan penyelenggaraan pilkada. "Saya khawatir ada partai yang tidak siap (mengikuti pilkada), tetapi dibuat-buat seakan-akan KPU yang tak siap," katanya.

Arif Wibowo dari F-PDIP bahkan sejak awal curiga ada unsur politis dari pengungkapan hasil LHP BPK. Buktinya pimpinan DPR sempat menyatakan, pilkada bisa saja ditunda jika KPU tak bisa mempertanggungjawabkan hasil audit BPK.

Kalangan aktivis pemilu juga mempunyai kecurigaan yang sama. Mereka curiga DPR berupaya meyakinkan publik bahwa KPU tidak kredibel menyelenggarakan pilkada. Pilihannya hanya dua, anggota KPU diganti atau pilkada ditunda.

"Hasil pemeriksaan BPK coba ditarik ke ranah politik, dipoliti- sasi sehingga sasarannya pilkada ditunda. Selain itu, merupakan upaya menjatuhkan kredibilitas KPU sehingga publik tidak percaya kinerja dan integritas KPU," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini.

Selain Titi, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman pun ikut angkat bicara atas permasalahan itu. Dia bahkan menyebut ada upaya melemahkan KPU dengan mengait-kaitkan hasil pemeriksaan BPK dan pilkada (Kompas, 22/6).

Pandangan itu muncul karena hasil pemeriksaan BPK memiliki mekanisme tindak lanjutnya sendiri. Mekanisme itu sama sekali tidak terkait pilkada.

Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara serta Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK disebutkan, instansi diberi kesempatan untuk memperbaiki temuan BPK.

Sementara dalam undang-undang pilkada, penundaan pilkada hanya bisa dilakukan jika terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lain yang mengakibatkan sebagian tahapan pemilihan tidak bisa dilaksanakan. Ini artinya tidak ada kaitannya penundaan dengan temuan BPK.

"Kami sepakat rekomendasi BPK ditindaklanjuti. Namun, harus sesuai prosedurnya, tidak ditarik-tarik ke ranah politik, terlebih sampai ada tuntutan menunda pilkada atau mengganti anggota KPU," ujar Titi.

Kecurigaan ada agenda tersembunyi di balik pembahasan temuan BPK itu semakin kuat karena ternyata temuan yang diungkap bukan hanya temuan pengelolaan anggaran di KPU pusat, melainkan juga KPU daerah. Bahkan, mayoritas di antara temuan terjadi di KPU daerah. Selain itu, tak semua temuan di KPU daerah tersebut merupakan KPU yang akan menyelenggarakan pilkada tahun ini.

 

DPR yang hanya mengutak- atik hasil pemeriksaan BPK atas KPU juga janggal. Pasalnya, tidak sedikit instansi pemerintah yang nilai temuannya melebihi nilai temuan BPK atas KPU. Tidak sedikit pula instansi pemerintah yang mendapat opini tak menyatakan pendapat dari BPK atau lebih buruk daripada opini BPK atas KPU, yaitu wajar dengan pengecualian.

Kecurigaan sejumlah kalangan tentang adanya kepentingan tersembunyi itu pun akhirnya terjawab. Menjelang rapat berakhir, John Kennedy Aziz dari F-PG mengusulkan penundaan pilkada karena khawatir KPU tak bisa menyelenggarakan pilkada yang jujur, adil, transparan, dan akuntabel.

"Kalau melihat hasil audit BPK ini, saya terus terang khawatir KPU bisa menjalankan pilkada yang luber, jurdil, transparan, dan akuntabel. Untuk itu secara pribadi, saya mohon pimpinan agar pilkada yang sedia- nya dilaksanakan Desember dikaji ulang," tuturnya.

John Kennedy sebenarnya terdaftar sebagai anggota Komisi III dan baru diperbantukan ke Komisi II saat rapat membahas LHP BPK dengan KPU. Selain John dan Misbakhun, F-PG juga memperbantukan anggota Komisi X Kahar Muzakir ke Komisi II, khusus untuk mengikuti rapat soal audit BPK. Seakan-akan ramai-ramai menggeruduk KPU. Soalnya, Partai Golkar termasuk yang bisa jadi tak mudah ikut pilkada karena masih terlibat sengketa kepengurusan.

Maka, sulit memahami pembahasan hasil audit BPK itu benar-benar dilakukan untuk memperbaiki keadaan. Sebab, siasat untuk mengganggu KPU dan menunda pilkada mudah sekali terbaca.

* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Juni 2015 dengan judul "Inikah Siasat Mengganggu Pilkada?".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Nilai Pintu Koalisi Masih Terbuka Meski PKS Usung Anies-Sohibul di Jakarta

PDI-P Nilai Pintu Koalisi Masih Terbuka Meski PKS Usung Anies-Sohibul di Jakarta

Nasional
Tinjau RSUD di Barito Timur, Jokowi Soroti Kurangnya Dokter Spesialis

Tinjau RSUD di Barito Timur, Jokowi Soroti Kurangnya Dokter Spesialis

Nasional
PDN Kena 'Ransomware', Pemerintah Dianggap Tak Mau Belajar

PDN Kena "Ransomware", Pemerintah Dianggap Tak Mau Belajar

Nasional
Jokowi Persilakan KPK Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden

Jokowi Persilakan KPK Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden

Nasional
PKS Klaim Tolak Tawaran Kursi Bacawagub DKI dari KIM, Pilih Usung Anies-Sohibul

PKS Klaim Tolak Tawaran Kursi Bacawagub DKI dari KIM, Pilih Usung Anies-Sohibul

Nasional
Penangkapan 103 WNA Terkait Kejahatan Siber Berawal dari Imigrasi Awasi Sebuah Vila di Bali

Penangkapan 103 WNA Terkait Kejahatan Siber Berawal dari Imigrasi Awasi Sebuah Vila di Bali

Nasional
Rumah Pensiun Jokowi Mulai Dibangun, Kemensetneg: Presiden Sendiri yang Memilih Lokasi

Rumah Pensiun Jokowi Mulai Dibangun, Kemensetneg: Presiden Sendiri yang Memilih Lokasi

Nasional
Serangan Siber PDN Dinilai Semakin Menggerus Kepercayaan Publik

Serangan Siber PDN Dinilai Semakin Menggerus Kepercayaan Publik

Nasional
Publik Dirugikan 'Ransomware' PDN Bisa Tuntut Perdata Pemerintah

Publik Dirugikan "Ransomware" PDN Bisa Tuntut Perdata Pemerintah

Nasional
KPK Tetapkan 9 Tersangka Korupsi Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di 4 Pelabuhan

KPK Tetapkan 9 Tersangka Korupsi Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di 4 Pelabuhan

Nasional
Notifikasi Dampak 'Ransomware' PDN Nihil, Sikap Pemerintah Dipertanyakan

Notifikasi Dampak "Ransomware" PDN Nihil, Sikap Pemerintah Dipertanyakan

Nasional
KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Pengerukan Jalur Pelayaran di 4 Pelabuhan

KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Pengerukan Jalur Pelayaran di 4 Pelabuhan

Nasional
Duet Anies-Sohibul Dinilai Tak Realistis, PKS: Ini Pasangan Ideal, Punya Wawasan Global

Duet Anies-Sohibul Dinilai Tak Realistis, PKS: Ini Pasangan Ideal, Punya Wawasan Global

Nasional
PDI-P dan PKB Berpeluang Koalisi Tanpa PKS, Syaikhu: Insya Allah Pak Anies Tetap Bersama Kami

PDI-P dan PKB Berpeluang Koalisi Tanpa PKS, Syaikhu: Insya Allah Pak Anies Tetap Bersama Kami

Nasional
Ikuti Program MBKM, Taruna-taruni Kementerian KP Hasilkan Inovasi Produk Olahan Kelautan dan Perikanan

Ikuti Program MBKM, Taruna-taruni Kementerian KP Hasilkan Inovasi Produk Olahan Kelautan dan Perikanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com