Apalagi jika alat bukti yang dimiliki KPK dalam sidang di pengadilan tipikor cukup menohok terdakwa, misalnya pemutaran hasil penyadapan telepon atau rekaman video saat pelaku melakukan korupsi. Tentu saja majelis hakim pengadilan tipikor wajib mempertimbangkan alat-alat bukti tersebut dalam proses persidangan.
Dengan demikian, meski kalah di praperadilan, tak ada alasan bagi KPK untuk tidak melanjutkan pengusutan kasus korupsinya. Harus dipahami, kerja KPK sangat penuh kehati-hatian. Bahkan, sejak tingkat penyelidikan karena undang-undang melarang KPK menghentikan penyidikan di tengah jalan. Karena itulah, saat masih dalam tahap penyelidikan, KPK sudah menemukan minimal dua alat bukti seseorang melakukan korupsi.
Jika sudah sampai ke tahap penyidikan, KPK berarti sudah punya lebih dari dua alat bukti yang cukup yang bisa menyimpulkan seseorang menjadi tersangka. Filosofi kerja para penyelidik dan penyidik KPK yang sangat hati-hati ini dibuktikan dengan keberhasilan mereka di pengadilan tipikor. KPK tak pernah kalah. Mereka yang didudukkan KPK sebagai terdakwa di pengadilan tipikor selalu dinyatakan terbukti bersalah oleh majelis hakim.
Jadi, seperti yang disebutkan di awal tulisan, tersangka korupsi yang menang di praperadilan bukan berarti mereka tidak korupsi. Apakah benar korupsi atau tidak, akan diuji dalam persidangan di pengadilan tipikor. Yang jelas, KPK belum pernah kalah di pengadilan tipikor. (KHAERUDIN)
* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Mei 2015 dengan judul "Dikabulkan Bukan Berarti Tak Korupsi".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.