JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menolak seluruhnya keberatan yang diajukan terdakwa Ketua nonaktif DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron dalam perkara suap jual beli gas alam di Bangkalan.
Dalam nota keberatan atau eksepsinya, Fuad meminta persidangannya dipindahkan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya.
"Mengadili, menyatakan keberatan terdakwa Fuad Amin tidak bisa diterima," ujar Hakim Ketua Moch Muchlis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/5/2015).
Alasan pengajuan keberatan tersebut karena, menurut pihak Fuad, tempat terjadinya tindak pidana korupsi dilakukan di Surabaya. Selain itu, menurut Fuad, mayoritas saksi berada di Surabaya sehingga sebaiknya persidangan dipindahkan dengan alasan efisiensi. Namun, hakim menolaknya karena tindak pidana korupsi Fuad juga terjadi di Jakarta.
"Masing-masing PN berhak mengadili dan bisa menggabungkan tindak pidana," kata hakim.
Dalam putusan sela, hakim memutuskan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum telah memenuhi syarat formal dan sah menurut hukum sehingga bisa dijadikan dasar sidang perkara. Oleh karena itu, hakim meminta jaksa penuntut umum melanjutkan sidang perkara Fuad.
Sebelumnya, kuasa hukum Fuad, Firman Wijaya, meminta sidang perkara Fuad dilanjutkan di PN Surabaya karena sebagian besar saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan berada di wilayah Surabaya.
"Dalam perkara a quo, sebanyak 313 orang saksi yang berdiam dan berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya," ujar Firman.
Sementara itu, hanya lima hingga enam orang saksi yang berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Tipikor Jakarta. Tak hanya itu, Firman juga meminta kliennya tidak lagi ditahan di rumah tahanan KPK.
Fuad kerap mengeluhkan kondisi kesehatannya semakin buruk karena kondisi rutan KPK yang tidak kondusif sebagai tempat tinggal.
Selama menjadi Bupati Bangkalan dan Ketua DPRD Bangkalan, Fuad telah menerima uang yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi terkait jabatannya, yaitu menerima dari Direktur PT Media Karya Sentosa Antonius Bambang Djatmiko sebesar Rp 18,05 miliar.
Uang suap diberikan Antonius agar Fuad yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bangkalan memuluskan perjanjian konsorsium kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya, serta memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.