Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibentuk Komite Rekonsiliasi Kasus HAM Berat Masa Lalu

Kompas.com - 21/05/2015, 21:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhy dan Jaksa Agung HM Prasetyo menggelar rapat bersama sejumlah petinggi lembaga hukum guna membahas penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Seusai pertemuan, Jaksa Agung RI, HM Prasetyo di Jakarta, Kamis (21/5/2015), menyatakan salah satu solusi untuk menyelesaikan persoalan kasus HAM berat itu dapat dilakukan melalui rekonsiliasi.

"Banyak perkara-perkara yang kita tangani yang sudah lama sekali peristiwanya sehingga sulit untuk kita cari bukti-buktinya, saksi, dan pelakunya. Makanya kita tadi melalui pendekatan non yudisial melalui rekonsiliasi. Makanya tadi kita bentuk Komite Rekonsiliasi yang melibatkan semua unsur. Ada Komnas HAM, Kejaksaan Agung, Polri, TNI, Kemenkumham semuanya terlibat khususnya keluarga korban. Ini nanti bertanggung jawab langsung kepada Presiden," katanya.

Dalam acara itu dihadiri pula oleh Menkopolhukam Tedjo Edhy, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Jaksa Agung HM Prasetyo, Ketua Dewan Pembina Komnas HAM Jimly Asshiddiqie, Dirjen HAM Kemenkum HAM Mualimin Abdi, dan mantan Oditur Jenderal (Orjen) TNI Brigjen Theresia Abraham.

Nantinya, kata dia, jika rekonsiliasi dilakukan maka dibentuk komite. "Insya Allah segera diselesaikan supaya semua berakhir," katanya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan penyelesaian tujuh kasus pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan di antaranya peristiwa Talangsari, Lampung, tidak tertutup kemungkinan melalui proses rekonsiliasi.

"Secara non yudisial melalui renkonsiliasi. Kita ingin ke luar dari belenggu penyelidikan dan penyidikan yang ujung-ujungnya saling menyalahkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony Tribagus Spontana di Jakarta.

Keenam kasus pelanggaran HAM berat lainnya, yakni, peristiwa Trisaksi, Semanggi 1 dan 2, Wasior, Papua, kasus tahun 1965, dan penembakan misterius (petrus).

Dikatakan, kendala penanganan ke-7 kasus itu, kejadiaannya sudah berlangsung lama hampir 50 tahun, hingga sulit mencari bukti-bukti dan saksi termasuk tersangkanya.

Karena itu, kata dia, Kejagung sudah mengambil langkah mengundang Komisi Nasional (Komnas) HAM untuk mencari solusi agar mekanisme penyelesaiannya bisa diterima semua pihak.

"Langkah lainnya memilah-milah kasus yang non yuridis," katanya.

Pihaknya mengklaim sudah melakukan pembahasan awal yang selanjutnya untuk membahas penyelesaian teknis.

"Nanti bersama Komnas HAM akan ada sekretariat bersama untuk menyelesaikan kasus tersebut," katanya.

Peristiw Talangsari Berdarah terjadi pada 7 Februari 1989. Pada saat itu, terjadi penyerbuan yang melibatkan aparat dan warga Talangsari.

Di mana sasarannya adalah Kelompok Warsidi. Dalam penyerbuan ini ada 27 orang yang tewas dari kelompok Warsidi, termasuk Warsidi sendiri. Hingga kini penyelesaian kasus ini masih belum tuntas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com