Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pekerja Indonesia Terancam Dihukum Mati di Taiwan

Kompas.com - 20/05/2015, 19:52 WIB

TAIPEI, KOMPAS.com - Seorang pekerja asal Indonesia terancam hukuman mati atas tuduhan melakukan pembunuhan terhadap mantan majikannya di Zhubei, Hsinchu County, Taiwan.

Harian The China Post, Rabu (20/5/2015), melaporkan bahwa pekerja Indonesia yang hanya dikenal sebagai Ani itu diduga membunuh pemilik kedai sarapan pagi karena merasa diperlakukan tidak adil. Selain itu, Ani juga disebut kesal karena dipotong gajinya oleh korban.

Sebagaimana hasil interogasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian setempat, Senin (18/5/2015), Ani diperkenalkan oleh salah seorang agen kepada korban, Lin Ting-yi, pada bulan Agustus tahun lalu. Korban kemudian mulai mempekerjakan pelaku dengan upah yang dijanjikan sebesar 26.000 dolar Taiwan (NT) per bulan. Namun pada bulan Desember 2014, pelaku dipecat.

Kepada polisi, sebagaimana dikutip harian berbahasa Inggris yang berkantor pusat di Taipei itu, Ani mengaku menikam korban dengan pisau "steak" sebanyak tiga kali pada bagian dada kiri sebelum melarikan diri pada Senin (18/5) dini hari.

Peristiwa itu terjadi di pintu masuk kedai korban. Lin ditemukan oleh pekerja toko lain dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Namun jiwa korban tidak bisa diselamatkan akibat kehabisan darah.

Ancaman hukuman mati

Ani mengaku melakukan perbuatan itu karena tidak tahan diperlakukan tidak adil selama bekerja kepada korban. Bahkan, korban menganggap Ani mengalami gangguan mental dan sering disebut "bodoh", "sampah", dan "anjing". Namun, baru-baru ini dia memutuskan untuk membalas dendam dengan melakukan pembunuhan itu.

Ia juga mengaku bekerja kepada Lin selama hampir setengah tahun dan hanya menerima upah 22.000 NT. Jumlah ini lebih rendah dari yang dijanjikan korban, yang sebesar 26.000 NT per bulan.

Namun bukan persoalan upah, melainkan Ani melakukan perbuatan yang tidak menyenangkannya itu sebagai motif di balik pembunuhan tersebut.

Suami Lin menyatakan bahwa Ani bekerja secara ilegal sejak Agustus 2014. Pada saat itu, menurut suami korban, pelaku mulai menunjukkan tanda-tanda gangguan mental, seperti sering bicara sendiri, sehingga pada akhirnya korban memecatnya.

Seorang kerabat Lin menyatakan bahwa korban selalu membayar upah tepat waktu setiap bulan melalui agennya. Namun dia tidak tahu, apakah agen tersebut memberikannya kepada Ani atau tidak.

Pihak kepolisian, Selasa (19/5), menemukan bahwa tersangka sengaja membunuh mantan bosnya itu. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap jasad korban terungkap bahwa pelaku tidak hanya menusuk ulu hati Lin, melainkan memelintir pisau juga.

Petugas juga melaporkan bahwa tersangka telah memakai sarung tangan pada saat itu dan membersihkan pisau "steak" setelah melakukan pembunuhan tersebut.

Ani kemudian dibawa ke Kejaksaan Hsinchu. Jaksa Liao Fang-hsuan mengatakan bahwa pekerja asal Indonesia itu bisa menghadapi tuntutan hukuman mati.

Sementara itu, Departemen Urusan Tenaga Kerja di Hsinchu County menyatakan bahwa toko buah-buahan, restoran, dan konstruksi tidak diperkenankan mempekerjakan pekerja asing secara ilegal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Akan Upacara HUT ke-79 RI di IKN Bareng Jokowi

Prabowo Akan Upacara HUT ke-79 RI di IKN Bareng Jokowi

Nasional
Bertemu Jokowi, Pimpinan MPR Laporkan Rencana Amendemen 1945

Bertemu Jokowi, Pimpinan MPR Laporkan Rencana Amendemen 1945

Nasional
Kemkominfo Minta Pelaku Usaha Lapor Jika Terdampak Pemutusan Internet ke Kamboja dan Filipina

Kemkominfo Minta Pelaku Usaha Lapor Jika Terdampak Pemutusan Internet ke Kamboja dan Filipina

Nasional
Bertemu Pimpinan MPR, Jokowi Minta Sidang Tahunan MPR 2024 Digelar Seperti Biasa

Bertemu Pimpinan MPR, Jokowi Minta Sidang Tahunan MPR 2024 Digelar Seperti Biasa

Nasional
Menkominfo: Target Pemulihan Penuh Layanan PDNS Pertengahan Agustus 2024

Menkominfo: Target Pemulihan Penuh Layanan PDNS Pertengahan Agustus 2024

Nasional
Hutama Karya Alokasikan 70 Persen Lahan di Rest Area Jalan Tol Trans Sumatera untuk UMKM

Hutama Karya Alokasikan 70 Persen Lahan di Rest Area Jalan Tol Trans Sumatera untuk UMKM

Nasional
SYL Siap Hadapi Sidang Tuntutan, Keluarga Saksikan Lewat TV

SYL Siap Hadapi Sidang Tuntutan, Keluarga Saksikan Lewat TV

Nasional
MKD Dinilai Bebani DPR Periode Mendatang Jika Tak Menindak Anggota Dewan Pemain Judi Online

MKD Dinilai Bebani DPR Periode Mendatang Jika Tak Menindak Anggota Dewan Pemain Judi Online

Nasional
Belajar dari 2020, Bawaslu Wanti-wanti Kepala Desa dan ASN Tak Berpihak pada Pilkada 2024

Belajar dari 2020, Bawaslu Wanti-wanti Kepala Desa dan ASN Tak Berpihak pada Pilkada 2024

Nasional
Kejagung Bakal Tuntut Pelaku Judi Online dengan Hukuman Maksimal

Kejagung Bakal Tuntut Pelaku Judi Online dengan Hukuman Maksimal

Nasional
MKD Didesak Pecat 82 Anggota DPR yang Main Judi 'Online'

MKD Didesak Pecat 82 Anggota DPR yang Main Judi "Online"

Nasional
Menakar Peluang Kerja Sama PKB dan PDI-P pada Pilkada Jakarta, Terbentuk Poros Ketiga?

Menakar Peluang Kerja Sama PKB dan PDI-P pada Pilkada Jakarta, Terbentuk Poros Ketiga?

Nasional
PSU 863 TPS di Gorontalo, KPU Klaim Ribuan KPPS Telah Direkrut dalam 5 hari

PSU 863 TPS di Gorontalo, KPU Klaim Ribuan KPPS Telah Direkrut dalam 5 hari

Nasional
KPU Sebut 5 Parpol Kurang Caleg Perempuan Sudah Perbaiki Daftar Calon untuk PSU Gorontalo

KPU Sebut 5 Parpol Kurang Caleg Perempuan Sudah Perbaiki Daftar Calon untuk PSU Gorontalo

Nasional
Bawaslu Soroti Potensi Ketidakakuratan Daftar Pemilih Pilkada 2024

Bawaslu Soroti Potensi Ketidakakuratan Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com