Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jawab Kritik Akbar Faizal, Luhut Tak Istimewakan Lulusan Harvard Jadi Staf Kepresidenan

Kompas.com - 06/04/2015, 13:28 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan membantah dirinya mengistimewakan para lulusan luar negeri untuk menjadi bagian dalam lingkar presiden. Hal itu disampaikannya terkait kritik yang dilontarkan politisi Partai Nasdem, Akbar Faizal, yang mempertanyakan soal perekrutan lulusan Harvard oleh kantor kepresidenan.

"Enggak. Saya hanya mengatakan, ada dari waktu saya ceramah di Harvard Business School itu, ada anak-anak Indonesia yang sekolah di sana itu, melamar masuk ke mari. Salah?" ujar Luhut di Istana Kepresidenan, Senin (6/4/2015).

Luhut mengaku dirinya tidak hanya merekrut lulusan Harvard, tetapi ada juga mantan anak didiknya semasa di Akademi Militer Magelang. Ada pula lulusan Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Indonesia.

"Kalau mereka lulus tes, nanti kita juga kerjakan. Salahnya di mana? Jadi kalau bagusnya lihat konteks dulu, jangan buru-buru ngomel," kata Luhut.

Dia mengaku tak mengerti motif Akbar Faizal melontarkan kritik tersebut. Menurut dia, bangsa Indonesia seharusnya bangga ada orang Indonesia yang berniat pulang kembali ke Tanah Air setelah mengenyam pendidikan di luar negeri.

"Seperti Pak Yanuar, dosanya Pak Yanuar apa? Dia dari ITB kok dan dia dulu malah GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, red)," ucap dia.

Kritik Akbar

Sebelumnya, mantan anggota tim transisi Jokowi-JK, Akbar Faizal, mempertanyakan rencana pengangkatan beberapa alumnus Universitas Harvard di dalam Kantor Staf Kepresidenan. Melalui surat yang kemudian menyebar di media sosial, polisi Partai Nasdem itu meminta agar orang-orang di sekitar Jokowi menahan diri dalam memberikan masukan kepada Presiden. (Baca Akbar Faizal Curhat soal Rencana Luhut Rekrut Alumnus Harvard)

Akbar mengatakan, sejatinya surat yang ditulis di smartphone-nya, Sabtu (4/4/2015) itu ditujukan kepada Yanuar Nugroho, satu dari lima deputi Kepala Staf Kepresiden, yang mulai bekerja di Gedung III Sekretariat Negara, sejak awal tahun ini. (Baca Akbar Faizal Akui Surat yang Beredar Kritik Luhut Panjaitan)

Berikut kutipan lengkap pernyataan Akbar itu (dengan beberapa perbaikan kesalahan penulisan):

Saya sebenarnya pernah ingin mempersoalkan lembaga bernama Kastaf ini sebab sejujurnya "tak ada" dalam perencanaan kami di Tim Transisi dulu. Sekadar menginfokan ke Anda, Mas, bahwa Tim Transisi itu dibentuk Pak Jokowi untuk merancang pemerintahan yang akan dipimpinnya.

Tapi saya sungguh tak nyaman mempersoalkan itu sebab akan dituding macam-macam.

Misalnya, "Akh...karena AF (Akbar Faisal) kecewa tidak jadi menteri dan lain lain. Dan masih banyak lagi sebenarnya yang ingin saya pertanyakan.

Termasuk surat presiden ke DPR tentang Komjen (Pol) Budi Gunawan yang disusul kontroversi lainnya.

Ke mana para pemikir Tata Negara di sekitar Pak Jokowi sekarang? Yang kudengar selanjutnya malah pengangkatan Refly Harun sebagai Komisaris Utama Jasa Marga.

Mungkin Bu Rini anggap Refly sangat paham soal tol karena setiap hari melalui macet--persoalan yang Pak Jokowi katakan dulu akan lebih mudah menyelesaikannya sebagai presiden ketimbang sebagai Gubernur DKI--dari rumahnya (Refly) di Buaran sana.

Mas Yanuar, sebagai anggota DPR pendukung pemerintah dan Insya Allah punya peran (meski sangat kecil) terhadap kemenangan Jokowi-JK, saya ingin kalian di Istana fokus pada tugas yang lebih membumi.

Misalnya, jangan biarkan kami di DPR dihajar bagai sand zak (karung latihan tinju) oleh orang-orang Prabowo dalam kasus kebaikan tunjangan mobil pejabat, misalnya, hanya karena kalian tak mampu berkomunikasi dengan kami di DPR (atawa parpol pendukung).

Ini juga satu soal sendiri karena terbaca dengan kuat kalau kalian di ring 1 presiden kini sukses melakukan deparpolisasi dan atau gagal meyakinkan publik akan seluruh keputusan-keputusan presiden/pemerintah.

Soal sesepele ini tak perlu kualitas Harvard. Saya merasa mengenal beberapa orang di Istana Negara tempat Anda berkantor sekarang. Entah apa mereka (masih) mengenal saya sekarang. Tapi saya nggak memikirkannya.

Saya hanya minta kalian disana berhenti melakukan hal yang tak perlu seperti deklarasi soal Harvard yang akan masuk Istana itu.

Sekali lagi, saya sebenarnya tak perlu menulis panjang lebar seperti ini hanya untuk menanggapi soal Harvard ini.

Tapi saya harus lakukan sebagai berikut; menurutku kalian makin jauh dari seluruh rencana awal kita. Dan sayangnya, seluruh rencana awal itu saya pahami dan terlibat di dalamnya.

Saya sekuat mungkin berusaha menghindari kalimat-kalimat keras untuk memahami apa yang kalian lakukan di sana. Tapi sepak terjang kantor Mas Yanuar bernama Kastaf Kepresidenan itu makin jauh.

Terakhir, saya sarankan agar menahan diri dalam memberikan masukan ke presiden. Jangan racuni pikiran presiden yang polos ini dengan permainan yang dulu kami hindarkan beliau lakukan meski kadang gregetan lihat langkah-langkah tim Prahara.

Terkhusus dengan Pak Jusuf Kalla (JK), saya minta kalian berikan rasa hormat.

Tanggal 9 Juli lalu, 53% penduduk Indonesia memilih Jokowi-JK dan bukan Jenderal Luhut Binsar Pandjaitan.

Apalagi Anda-Anda yang bergabung belakangan.

Selamat berakhir pekan.

Jakarta, Sabtu, 4 April 2015

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com