"Kotak pandora yang selama ini menjadi misteri mengenai unsur kerugian negara yang diakibatkan dari kesalahan Suryadharma Ali dalam menyelenggarakam ibadah haji telah dijawab jelas oleh KPK," kata Humphrey, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (31/3/2015).
Pada hari ini, Rabu (1/4/2015), PN Jakarta Selatan kembali melanjutkan sidang gugatan praperadilan yang diajukan Suryadharma terhadap KPK. Sidang yang mengagendakan pembuktian dari Suryadharma itu akan dimulai pada pukul 08.00 WIB.
Humphrey mengatakan, berdasarkan keterangan KPK pada persidangan kemarin, kerugian negara sebesar Rp 3,4 miliar merupakan hasil perhitungan oleh penyidik. Sementara, potensi kerugian Rp 1 triliun diperoleh dari keterangan saksi-saksi.
Ia menambahkan, kerugian negara seharusnya dimuat dalam sangkaan, sebelum KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka.
"KPK dalam jawabannya menyatakan, pada saat Suryadharma dinyatakan sebagai tersangka yaitu tanggal 22 Mei 2014 sudah ada dua bukti permulaam yang cukup dan 400 dokumen yang mendukung. Jawaban itu menunjukkan saat itu KPK baru memulai penyidikan dan seharusnya belum menetapkan Suryadharma sebagai tersangka," ujarnya.
Humphrey mengatakan, Pasal 2 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur proses penyidikan dimulai dengan mengumpulkan keterangan dan bukti. Setelah seluruh bahan itu terang dan dapat menunjukkan adanya pidana, menurut dia, KPK baru dapat menentukan tersangka.
"Jadi yang dilakukan KPK justru terbalik saat dimulainya penyidikan. Tersangka ditentukan, setelah itu baru dikumpulkan keterangan dan bukti," katanya.
Sementara itu, pengacara KPK Chatarina M Girsang tak menampik pernyataan yang dilontarkan Humphrey. Menurut dia, saat ini kerugian keuangan negara masih dalam proses penghitungan. Oleh karena itu, kata dia, apa yang dilakukan KPK dalam menetapkan Suryadharma sebagai tersangka tidak keliru.
"Jadi kan ketika proses penyelidikan, yang harus dibuktikan adalah bukti permulaan. Bukti permulaan sudah ada di proses penyelidikan," kata Chatarina.
Chatarina menjelaskan, bukti permulaan yang menjadi indikasi adanya kerugian keuangan negara dapat dihitung oleh penyelidik atau pengidik. Bahkan, menurut dia, kerugian negara juga dapat dihitung oleh Penuntut Umum yang didukung oleh alat bukti yang kuat serta hakim memperoleh keyakinan. Selain itu, ia mengatakan, perhitungan awal kerugian negara juga dapat berubahada tingkat penyidikan seiring dengan bertambahnya alat bukti atau data yang diperoleh pada tingkat penyidikan.
"Misalkan dari tahun sekian ke tahun sekian itu kan macem-macem prosesnya tadi, apa ada pemondokan, catering dan lain-lain. Nah, semaksimal mungkin apa KPK dapat mengambil seluruh proses itu, membuktikan seluruh proses penyelenggaraan ibadah haji. Kalau ternyata dari indikasi KPK bisa menyatakan bisa lebih di atas itu atau bukti yang ditemukan tidak sampai segiu karena waktunya sudah lewat, bisa di bawah itu," paparnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.