Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini yang Dipersiapkan Suryadharma Ali Hadapi Praperadilan Melawan KPK

Kompas.com - 30/03/2015, 06:58 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, melalui kuasa hukumnya Humphrey Djemat, mengaku siap menghadapi sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukannya terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Sidang perdana gugatan praperadilan akan digelar pada hari ini, Senin (30/2/2015), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Humphrey mengatakan, pihaknya menggugat KPK atas penetapan Suryadharma sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013.

"Permohonan praperadilannya atas sah atau tidaknya penyidikan dan penetapan status tersangka Suryadharma Ali dalam perkara dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013," ujar Humphrey, melalui pesan singkat.

Humphrey mengatakan, pihaknya akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan haji. Menurut dia, apa yang dilakukan Suryadharma dalam penyelenggaraan haji merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji.

"Suryadharma menjelaskan tentang hal-hal positif yang dilakukannya, baik untuk peningkatan kualitas pengelolaan keuangan haji maupun peningkatan kualitas penyelenggaraan haji," kata Humphrey.

Humphrey menuding penetapan Suryadharma sebagai tersangka bermuatan politis. Ia menilai, KPK menjadikan Suryadharma tersangka karena saat itu mendukung Prabowo Subianto dalam Pemilu Presiden 2014. Sementara saat itu, menurut Humphrey, Ketua KPK nonaktif Abraham Samad namanya digadang-gadang menjadi wakil kandidat lainnya dalam Pilpres, yaitu Joko Widodo.

"Dengan ditetapkannya pemohon sebagai tersangka tentunya akan mempengaruhi kekuatan dari calon presiden PS dan akan memperkuat elektabilitas calon presiden RI lainnya," kata Humphrey.

Selain itu, Humphrey juga melihat peluang bahwa gugatannya akan dikabulkan jika melihat putusan hakim Sarpin Rizaldi yang memenangkan gugatan Komjen Budi Gunawan. Sarpin menyatakan penetapan Budi sebagai tersangka tidak sah dan KPK tidak berwenang melakukan penyidikan terhadap Budi.

"PN Jakarta Selatan secara hukum berhak dan berwenang untuk memeriksa dan memutuskan sah atau tidaknya segala tindakan penyidik dalam proses penyidikan dan sah atau tidaknya penetapan tersangka dalam tingkat penyidikan," ujar dia.

Dalam kasus ini, Suryadharma diduga melakukan penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara. Modus penyalahgunaan wewenang dan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang diduga dilakukan Suryadharma antara lain dengan memanfaatkan dana setoran awal haji oleh masyarakat untuk membiayai pejabat Kementerian Agama dan keluarganya naik haji.

Keluarga yang ikut diongkosi antara lain para istri pejabat Kementerian Agama. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan laporan hasil analisis transaksi mencurigakan yang memperlihatkan bahwa Suryadharma mengajak 33 orang berangkat haji. KPK juga menduga ada penggelembungan harga terkait dengan katering, pemondokan, dan transportasi jemaah haji. Terkait penyidikan kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah anggota DPR, keluarga Suryadharma, dan politisi PPP yang ikut dalam rombongan haji gratis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com