Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Cina-Jepang, RI dituntut mampu jaga keseimbangan

Kompas.com - 25/03/2015, 02:06 WIB

KOMPAS.com - Indonesia dituntut mampu menjaga keseimbangan hubungan diplomasi dengan Tiongkok maupun Jepang di tengah konflik dua negara itu dalam masalah perbatasan, kata seorang pengamat.

Hal ini menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo dalam wawancara dengan harian Jepang Yomiuri Shimbun bahwa dirinya menepis konsep sembilan garis putus-putus yang diterapkan pemerintah Tiongkok di kawasan Laut China Selatan.

Pernyataan ini kemudian dimuat Kantor berita Reuters dan berbagai media lainnya ketika Presiden Jokowi melakukan kunjungan ke Jepang dan berencana mengunjungi Tiongkok pada pekan ini.

Walaupun pernyataan Presiden Joko Widodo ini dianggap sama dengan sikap pemerintah Indonesia saat dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ucapan itu dinilai dapat memperkeruh hubungan dengan Tiongkok.

"Presiden Jokowi mengatakan seperti itu tidak pada tempatnya. Ini akan membuat situasi lebih keruh," kata pengamat hubungan internasional, Bantarto Bandoro kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Selasa (24/03) siang.

Menurutnya, Tiongkok memiliki dasar untuk mengklaim tentang konsep sembilan garis putus-putus di kawasan Laut China Selatan.

Tetapi sebaliknya, lanjutnya, "tidak ada dasar bagi Presiden Jokowi untuk mengatakan bahwa tidak ada dasar bagi Tiongkok."

Sembilan garis putus-putus atau nine-dashed line ialah kawasan yang diklaim Tiongkok di peta Laut China Selatan. Kawasan itu mencakup sekitar 90 persen dari 3,5 juta kilometer persegi perairan tersebut.

Klaim Tiongkok ini bersinggungan dengan klaim sejumlah negara, termasuk Vietnam, Filipina, dan beberapa negara ASEAN lainnya.

Menjaga keseimbangan

Lebih lanjut Bantarto Bandoro mengatakan, Indonesia harus pandai melihat situasi konflik Tiongkok-Jepang dalam masalah perbatasan. "Jangan sampai mereka (Jepang-Tiongkok) memanfaatkan Indonesia untuk kepentingan mereka," katanya.

Dia menambahkan, "Dua negara ini terlalu penting untuk diabaikan, Indonesia harus tahu persis bahwa mengabaikan kehadiran kepentingan dua negara besar ini bukan pilihan yang rasional."

"Karena itu, meskipun mereka sedang berkonflik, Indonesia harus bisa menjaga keseimbangan antara pentingnya hubungan kita dengan China, tanpa mengorbankan pentingnya hubungan kita dengan Jepang," jelas Bantarto.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari FE Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, dirinya tidak melihat pernyataan Presiden Joko Widodo tersebut sebagai sinyal bahwa Indonesia akan meninggalkan Tiongkok.

"Ini bentuk diplomasi dari pemerintahan Jokowi, meskipun agak terlalu tajam yang berpotensi menuai konflik dengan China," kata Fithra Faisal Hastiadi kepada BBC Indonesia, Selasa (24/03) sore.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com