"Diwacanakan sekarang setidaknya masukan semua pihak perlu untuk jangka panjang," kata Tjahjo melalui keterangan tertulisnya. (Baca: Wacana Anggaran Rp 1 Triliun untuk Parpol, Tjahjo Pelajari Jerman dan Amerika Latin)
Meski begitu, jika memang wacana ini direalisasikan, maka diperlukan kontrol serta pengawasan yang ketat dari semua elemen masyarakat, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengawasan itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan anggaran.
"Penggunaan anggaran dikontrol ketat oleh BPK dan lembaga-lembaga pengawasan lainnya, misalnya dengan partisipasi aktif masyarakat," kata mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini.
Sedangkan Titi mengatakan, pemberian bantuan keuangan untuk parpol ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Pemerintah perlu melakukan kajian untuk menyusun formulasi besaran yang akan diterima parpol.
Di sisi lain, ia menambahkan, pemerintah juga perlu membangun alasan yang kuat serta logis agar masyarakat yakin bahwa peningkatan anggaran ini diperlukan untuk kepentingan demokrasi. Masyarakat selama ini cukup muak dengan kondisi parpol yang kerap diberitakan berhimpitan dengan persoalan korupsi.
"Rp 1 triliun belum jelas formula dan penghitungannya. Sepertinya bukan untuk satu partai tapi keseluruhan partai," katanya. (Baca: Formulasi Anggaran Rp 1 Triliun untuk Parpol Belum Jelas)
BPK diragukan
Direktur Center for Budgeting Analysis, Uchok Sky Khadafi,ragu BPK dapat bekerja maksimal untuk mengawasi penggunaan anggaran parpol setelah dana yang mereka terima ditingkatkan. Menurut dia, tidak sedikit anggota BPK yang merupakan bagian dari kader parpol itu sendiri.
"BPK itu tidak bisa mengikuti semua anggaran satu triliun ini. Apalagi ini dana partai, tidak berani BPK mempublikasikan penyimpangan dana partai karena orang-orang BPK itu orang-orang partai," kata Uchok.
Uchok menambahkan, ada kekhawatiran bahwa peningkatan anggaran partai ini justru hanya akan digunakan untuk bancakan politik saja. Terlebih, kata dia, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi dilemahkan dengan kisruh jilid ketiganya dengan Polri. Dengan pelemahan KPK tersebut, maka pengawasan terhadap penggunaan dana parpol akan berkurang.
Lebih jauh, ia berpendapat, tidak ada jaminan bahwa dengan adanya pemberian dana tersebut parpol akan bersih dan dapat melakukan kinerja bagi kepentingan masyarakat. Sebaliknya, uang tersebut dikhawatirkan justru akan mengalir ke segilitir elite parpol tersebut.
"Uang Rp 1 triliun jtu bisa jatuh ke tangan pemilik partai. Karena saat ini partai bukan lagi milik rakyat, tapi milik pimpinan partai sebagai komisaris utama," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.