Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/02/2015, 07:18 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengajuan praperadilan kini dijadikan pilihan bagi tersangka korupsi untuk menggugat status hukumnya. Setelah hakim Sarpin Rizaldi memenangkan gugatan Komjen Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kini sejumlah tersangka ikut menggugat KPK karena keputusan Sarpin yang serampangan.

Kata "serampangan" diutarakan Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar atas putusan Sarpin yang menganggap penetapan tersangka termasuk ke dalam obyek praperadilan. Padahal, berdasarkan Pasal 77 KUHAP, pengadilan negeri hanya berwenang memutus sah atau tidaknya proses yang berkaitan penangkapan, penahanan, penyidikan, dan penuntutan.

"Ke depan, memang kita harus pikirkan caranya memperjuangkan hak orang yang jadi tersangka. Tapi, jangan dengan cara serampangan seperti yang dilakukan Sarpin," ujar Zainal saat dihubungi, Kamis (26/2/2015) malam.

Bagaimanapun, kata Zainal, seseorang berhak menggugat status tersangkanya, tetapi tidak melalui jalur praperadilan karena memiliki konteks yang berbeda. "Apakah caranya dengan praperadilan? Belum tentu benar karena praperadilan sudah punya konteks yang diatur," kata Zainal.

Zainal menerangkan, praperadilan "ala" Sarpin harus dihentikan. Jika tidak, ia menilai Komisi Pemberantasan Korupsi akan kerepotan karena para tersangka korupsi satu per satu nantinya menantang KPK di praperadilan. Lantas, bagaimana caranya?

"Ke depan, hak gugatan status tersangka harus dimasukkan dalam KUHAP baru. Jangan sampai membiarkan putusan Sarpin yang serampangan ini berlanjut," kata Zainal. (Baca: Sarpin: Saya Tanggung Jawab ke Tuhan, Bukan KY!)

Kemudian, Mahkamah Agung diminta mengabulkan peninjauan kembali yang kemungkinan akan diajukan KPK atas putusan tersebut. MA pun diminta menghentikan putusan Sarpin agar tidak terulang lagi di praperadilan berikutnya. Selain itu, ia mendesak agar Komisi Yudisial memeriksa kewenangan Sarpin selama memimpin sidang tersebut.

"KY juga harus menjatuhkan metode kelirunya Sarpin. Tidak hanya keliru buka praperadilan, tetapi isi putusan Sarpin kacau luar biasa," ujar dia. (Baca: ICJR: Putusan Praperadilan BG Ganggu Kepastian Hukum, MA Perlu Dobrak Aturan)

"Kecelakaan" hukum

Wakil Ketua KPK Zulkarnain menilai putusan praperadilan yang mengabulkan gugatan Budi Gunawan sebagai "kecelakaan" hukum. Ia menganggap putusan tersebut telah mencederai lembaga praperadilan karena ada penyimpangan obyek gugatan.

"Yang menjadi perhatian sekarang kecelakaan hukum itu. Lembaga praperadilan juga dicederai," ujar Zulkarnain. (Baca: Putusan Hakim Sarpin Dinilai Ganggu Pemberantasan Korupsi)

Zulkarnain mengatakan, dampak putusan praperadilan ini meluas terhadap sistem hukum Indonesia. Menurut dia, ada batasan obyek dalam praperadilan yang "keluar jalur" dalam putusan tersebut.

"Itu merusak sistem hukum kita di lembaga praperadilan. Jadi, kita masih berharap para pakar hukum memberikan perhatian sehingga bisa kembali ke jalur yang tepat," kata Zulkarnain.

Imbasnya, sejumlah tersangka korupsi mengira bahwa menggugat status tersangka di praperadilan dibenarkan. Mereka yang mengajukan praperadilan adalah mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron, Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome, dan mantan Ketua Komisi VII DPR RI Sutan Bhatoegana.

Berkaca dari putusan Sarpin, Suryadharma Ali melihat peluang bahwa gugatannya juga akan dikabulkan. Oleh karena itu, ia menjadi tersangka korupsi selanjutnya yang menyusul Budi Gunawan menggugat KPK atas penetapannya sebagai tersangka.

Suryadharma merupakan tersangka korupsi dana penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun 2013-2014. Kuasa hukum Suryadharma, Humphrey Djemat, yakin praperadilan yang diajukan akan diterima dan diproses oleh PN Jaksel. Hal itu terkait fakta, aturan hukum, serta sejumlah putusan Sarpin bahwa penetapan tersangka sebagai dasar gugatan praperadilan adalah bagian dari obyek praperadilan. (Baca: Suryadharma Ali Ajukan Praperadilan terhadap KPK)

Suryadharma dijadwalkan akan menjalani sidang praperadilan pada 16 Maret 2015. Selain itu, Sutan Bhatoegana memastikan akan mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK atas penetapannya sebagai tersangka pekan depan. Sutan dijerat kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Komisi VII DPR RI.

Sutan menunjuk Razman Arif Nasution sebagai kuasa hukumnya. Diketahui, Razman merupakan kuasa hukum Budi Gunawan. Razman mengatakan, saat ini pihaknya masih menyusun berkas gugatan praperadilan. Berkas itu akan berisi testimoni Sutan serta pendapat hukum (legal opinion) atas penetapan tersangka politisi Partai Demokrat itu. (Baca: Giliran Sutan Bhatoeghana Ajukan Praperadilan)

Penyidikan tetap berjalan

Proses praperadilan dijadikan dalih oleh Suryadharma untuk tidak memenuhi panggilan pemeriksaan oleh penyidik KPK sebagai tersangka. Suryadharma, melalui kuasa hukumnya, Andreas Nahot Silitonga, menyatakan, pihaknya tidak akan memenuhi panggilan KPK karena menunggu putusan praperadilan. Lantas, apakah proses penyidikan di KPK benar-benar akan dihentikan?

Pimpinan sementara KPK Johan Budi mengatakan, KPK menghormati proses hukum yang dilakukan para tersangka. Namun, ia menegaskan bahwa penyidikan kasus-kasus korupsi tetap berjalan meskipun tersangka mengajukan gugatan praperadilan.

"Saya tegaskan, praperadilan tidak akan menghentikan proses penyidikan yang kita lakukan," ujar Johan.

Johan mengatakan, KPK akan mempersiapkan langkah-langkah untuk menghadapi gugatan praperadilan tersebut. Saat ini, kata Johan, para pimpinan KPK juga masih mendiskusikan upaya untuk membendung banjirnya pengajuan praperadilan oleh para tersangka.

"Putusan praperadilan terkait penetapan tersangka bukan merupakan yurisprudensi. Karena itu, kami sudah mempersiapkan langkah untuk menghadapi hal itu," kata Johan.

Tidak kuasa membendung

Ketua sementara KPK Taufiequrachman Ruki sebelumnya mengaku tidak bisa membendung gugatan praperadilan yang akan diajukan oleh para tersangka yang kasusnya ditangani KPK. Menurut dia, satu-satunya cara yang bisa dilakukan KPK adalah menghadapi gugatan itu di pengadilan.

"Kami tidak mungkin mengatakan kepada para tersangka, 'Hei jangan praperadilan dong.' Nggak mungkin. Itu hak mereka. Tidak ada jawaban bagi kami kecuali menghadapi di pengadilan," kata Ruki. (Baca: Ruki: KPK Tak Mungkin Bilang "Hei Tersangka, Jangan Praperadilan")

Saat ditanyakan soal sikap KPK dalam memeriksa tersangka yang mengajukan praperadilan, mantan perwira tinggi Polri itu menyatakan bahwa KPK harus menghormati proses hukum. "Kami harus hormati pengadilan. Kalau ini disidang, maka kita harus out dulu," katanya.

Upaya KPK melawan praperadilan

Johan Budi mengatakan, KPK tidak akan tinggal diam menghadapi putusan praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Ia mengatakan, KPK melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi setelah hakim Sarpin Rizaldi memenangkan gugatan Budi.

"Apakah KPK diam saja dengan proses praperadilan? Kan tidak juga. Kami mengirimkan surat ke Mahkamah Agung, kami juga mengupayakan yang disebut dengan kasasi," ujar Johan.

Diketahui, permohonan kasasi yang diajukan KPK kepada MA melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ditolak. Menanggapi hal ini, Johan mengaku KPK belum menentukan upaya hukum selanjutnya.

"Ini sedang kita bahas di internal, baik antarpimpinan KPK maupun dari pihak struktural. Langkah apa yang kami akan tempuh," kata Johan.

Sementara itu, Taufiequrachman Ruki mengatakan bahwa KPK telah berdiskusi dengan Polri dan kejaksaan mengenai langkah yang akan diambil menyikapi putusan praperadilan. Namun, pertemuan pimpinan KPK dengan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti dan Jaksa Agung HM Prasetyo itu belum membuahkan satu keputusan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com