Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hikmahanto: Australia Seolah Tidak Tulus Membantu Saat Tsunami

Kompas.com - 19/02/2015, 10:01 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyesalkan pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbot yang mengaitkan bantuan Australia kepada Indonesia pasca-tsunami di Aceh dengan pembatalan pelaksanaan hukuman mati atas dua warganya. Menurut dia, Tony telah memberi persepsi yang salah terhadap bantuan yang diberikan oleh Australia.

"Australia seolah tidak tulus dan ikhlas dalam menyampaikan bantuan. Bantuan diberikan seolah untuk menciptakan ketergantungan Indonesia terhadap Australia. Saat ini, ketika ada kepentingan Australia, ketergantungan itu yang digunakan," kata Hikmahanto, Kamis (19/2/2015).

Menurut dia, hal ini akan menguatkan opini masyarakat Indonesia bahwa bantuan dari luar negeri sudah dapat dipastikan membawa kepentingan dari negara tersebut. "Tidak ada makan siang yang gratis," ujar dia.

Hikmahanto menyebutkan, Abbott bukanlah Perdana Menteri atau pengambil kebijakan ketika Australia memberi bantuan ke Indonesia pasca-tsunami Aceh pada 2006. Menurut dia, kemungkinan besar pemberian bantuan Australia ke Indonesia saat itu dilakukan secara tulus.

"Namun, sekarang telah disalahmanfaatkan oleh Abbott, seolah bantuan tersebut dapat ditukar dengan pembatalan pelaksanaan hukuman mati," ujarnya.

Hikmahanto juga menyinggung soal Abbott yang mempermasalahkan adanya warga Australia yang meninggal dunia saat bantuan tsunami (baca: PM Australia: Balaslah Bantuan Tsunami dengan Batalkan Eksekusi Mati). Pernyataan itu seolah menunjukkan ingin ada barter nyawa dari korban tsunami kemarin dengan dua terpidana mati "Bali Nine" saat ini.

"Tidak seharusnya nyawa warga Australia yang memberi bantuan di Aceh dibarter dengan nyawa dua warga Australia yang akan menjalani hukuman mati karena melakukan kejahatan yang serius di Indonesia," ujarnya.

Menurut dia, pernyataan kontroversial Abbot ini tidak lepas dari upaya yang harus dilakukan oleh Pemerintah Australia pada menit-menit terakhir menjelang pelaksanaan hukuman mati dua warganya. Di samping itu, konstelasi perpolitikan internal mengharuskan Abbott untuk memiliki keunggulan dalam berbuat agar ia dapat mempertahankan kursi perdana menterinya.

"Jurus 'dewa mabuk' pun dilakukan. Isu pelaksanaan hukuman mati di Indonesia telah dijadikan komoditas politik oleh para politisi Australia," ucap Hikmahanto.

Indonesia telah menegaskan bahwa dua warga Australia, Andrew Chan (31 tahun) dan Myuran Sukumaran (33 tahun), yang memimpin kelompok perdagangan narkoba yang disebut "Bali Nine", akan berada di antara kelompok narapidana yang akan menghadapi regu tembak pada gelombang eksekusi mati berikutnya. Pemerintah Indonesia belum menentukan kapan eksekusi akan berlangsung dan narapidana asing mana saja yang akan dieksekusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Nasional
Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

Nasional
Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com