Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Komitmen Partai Politik

Kompas.com - 10/02/2015, 15:00 WIB

Kini, UU Pilkada sudah diundangkan dalam Lembaran Negara (UU Nomor 1 Tahun 2015). Mayoritas fraksi juga sudah menyepakati delapan poin perubahan. Namun, itu bukan berarti pembahasan sudah berakhir. Proses pembahasan revisi UU Pilkada hingga pengesahan menjadi undang-undang masih relatif panjang.

Apa yang disepakati Komisi II baru sebatas draf RUU perubahan atas UU Pilkada. Draf itu kini memang sudah disetujui menjadi RUU inisiatif DPR.

Namun, RUU Pilkada inisiatif DPR itu masih harus diajukan ke Presiden untuk mendapatkan persetujuan pembahasan tingkat satu. Persetujuan dituangkan dalam surat presiden yang juga berisi penugasan kepada kementerian tertentu sebagai wakil pemerintah untuk membahas bersama DPR.

Pada pembahasan tingkat satu itulah materi-materi dalam draf RUU Pilkada yang disusun DPR dibedah. Umumnya, pembahasan tingkat untuk satu RUU menghabiskan waktu paling cepat satu kali masa persidangan. Namun, ada juga yang menghabiskan waktu hingga bertahun-tahun.

Pada proses pembahasan tingkat satu, apa pun bisa terjadi. Materi-materi yang sebelumnya sudah disepakati bisa saja kembali diperdebatkan. Fraksi-fraksi juga berpotensi berubah sikap di tengah pembahasan.

"Proses pembahasan itu menjadi titik rawan karena sikap fraksi bisa berubah," kata Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah Akhmad Muqowam menanggapi rencana perubahan UU Pilkada.

Gelagat itu sebenarnya sudah mulai tampak dalam penyusunan draf RUU Pilkada. Panja menyepakati, pilkada serentak secara nasional digelar tahun 2027, mundur enam tahun dari ketentuan pelaksanaan pilkada serentak nasional dalam UU Pilkada, yakni tahun 2021.

Selain itu, ada selang waktu sekitar 12 tahun dari pilkada serentak tahap pertama. Untuk menuju pilkada serentak nasional tahun 2027 juga harus melewati tiga periode jabatan DPR, yakni 2014-2019, 2019-2024, dan 2024-2029. Selama itu, aturan pilkada bisa saja diubah. Pilkada bisa tetap langsung, bisa pula dikembalikan ke DPRD. Sebab, berdasarkan pengalaman sebelumnya, aturan pilkada berubah seiring dengan pergantian rezim penguasa.

Lihat saja pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri, kepala daerah dipilih DPRD. Baru pada tahun 2005 saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkuasa, kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat.

Setelah hampir 10 tahun pilkada langsung, sebenarnya mayoritas parpol di parlemen menginginkan pilkada dikembalikan ke DPRD. Hal itu terbukti dengan pengesahan UU Pilkada (UU Nomor 22 Tahun 2014) oleh DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna, 25 September 2014.

Untung saja UU Nomor 22 Tahun 2014 yang mengatur pilkada oleh DPRD segera dibatalkan dan diganti dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2014. Perppu yang kini sudah ditetapkan menjadi UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota itu mengembalikan pemilihan langsung oleh rakyat.

Meski demikian, sebelum pembahasan Perppu Pilkada, sejumlah fraksi di DPR sempat mewacanakan akan menolak Perppu Pilkada. Penolakan dilakukan dengan tujuan agar UU Nomor 22 Tahun 2014 yang mengatur pilkada oleh DPRD kembali berlaku.

Oleh karena itulah sejak awal pembahasan revisi UU Pilkada, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Lukman Edy mengingatkan bahwa mekanisme pilkada langsung tak masuk materi pembahasan. Sampai saat ini, mekanisme pilkada langsung memang tak diganggu gugat.

Namun, sekali lagi, apa pun bisa terjadi dalam pembahasan tingkat satu. Apalagi, parpol punya kepentingan yang amat besar di pilkada. Ini membuat komitmen parpol benar-benar ditunggu dalam pembahasan RUU Pilkada nanti. Pengawasan dari masyarakat juga dibutuhkan agar jangan sampai ada parpol yang masuk angin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com