Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Politik, Hanya Kepentingan yang Abadi

Kompas.com - 02/02/2015, 15:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS
- Pada 8 Juli 2014 atau satu hari menjelang pemungutan suara pemilihan umum presiden, enam fraksi partai politik di parlemen mendeklarasikan koalisi permanen. Fraksi-fraksi parpol pendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa itu berjanji akan selalu bersama, satu suara dan satu sikap.

Keenam fraksi itu adalah Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Pimpinan fraksi parpol Koalisi Merah Putih (KMP) menandatangani kesepakatan koalisi permanen akan dilanjutkan hingga DPR periode 2014-2019.

Semangat KMP mempertahankan koalisi permanen menguat setelah Mahkamah Konstitusi mengukuhkan Joko Widodo-Jusuf Kalla memenangi pilpres pada 21 Agustus 2014.

Salah satunya terlihat dalam pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota di DPR pada 25 September. Lima dari enam fraksi KMP mendukung kepala daerah dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Satu fraksi KMP lain, yakni Fraksi Partai Demokrat, memilih meninggalkan ruang sidang. Adapun tiga fraksi parpol koalisi pendukung JKW-JK atau Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menginginkan rakyat memilih langsung kepala daerah.

Suara 249 anggota lima fraksi KMP bulat mendukung pilkada oleh DPRD. Dua kali lebih besar dari jumlah suara tiga fraksi KIH yang mendukung pilkada langsung, yakni 121 suara.

Tekad KMP mengembalikan pilkada ke legislatif ditengarai tak lepas dari kalkulasi kekuatan enam parpol tersebut di DPRD provinsi ataupun kabupaten/kota. Jika KMP solid di DPRD, mereka bisa mendapat 31 dari 34 kursi gubernur.

KMP juga sudah menguasai lima kursi pimpinan DPR. Begitu pula kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) meski minus dukungan Fraksi PPP. Fraksi PDI-P yang memiliki kursi terbanyak di parlemen tidak mendapatkan satu pun kursi pimpinan DPR dan MPR.

KMP juga memborong kursi pimpinan alat kelengkapan DPR (AKD). Sebanyak 64 kursi pimpinan AKD dibagi proporsional untuk lima fraksi parpol KMP. Kondisi ini membuat fraksi-fraksi anggota KIH meradang dan menolak mengisi AKD. KIH juga membentuk dan memilih pimpinan DPR tandingan.

Perseteruan antara KIH dan KMP membuat parlemen lumpuh. Selama masa sidang I tahun sidang 2014-2015, DPR sama sekali tidak menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, ataupun penganggaran.

Setelah lebih dari dua bulan berseteru, akhirnya KMP dan KIH berdamai. Mereka menyepakati penambahan satu kursi wakil ketua komisi, badan, dan majelis diberikan untuk fraksi-fraksi parpol KIH.

Memudar

Solusi ini menegaskan pendapat ilmuwan politik asal Amerika Serikat, Harold D Lasswell. Menurut Lasswell, politik adalah tentang siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana.

Buktinya, penambahan satu kursi pimpinan AKD yang diresmikan melalui revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD memudarkan sekat antara KIH dan KMP.

Hal ini juga terlihat pada proses pengesahan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Sejak hari pertama surat Presiden Jokowi mengajukan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri diserahkan kepada pimpinan DPR, hampir semua anggota DPR menanggapi positif.

Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo, yang rajin mengkritisi kebijakan pemerintah, menanggapi positif pencalonan Budi Gunawan. Melalui pesan singkat, Bambang mengatakan, calon Kapolri yang diajukan Presiden telah memenuhi kualifikasi sebagai Kapolri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com