Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tolak Alasan Budi Gunawan Tak Penuhi Panggilan

Kompas.com - 30/01/2015, 16:35 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Komisi Pemberantasan Korupsi menolak alasan Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang tidak memenuhi panggilan penyidik. Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, penyidik menilai Budi mangkir dari pemeriksaan.

"Tadi setelah dipertimbangkan, alasannya tidak dapat diterima," kata Priharsa di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/1/2015).

Pengacara Budi, Razman Arif Nasution, sebelumnya mengatakan, kliennya tidak akan memenuhi panggilan penyidik selama belum ada putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Kalau alasan itu diterima, maka itu preseden buruk karena tidak ada dasar hukum seseorang menolak pemeriksaan karena kasusnya sedang diproses di praperadilan," ujar Priharsa.

Selain itu, Budi juga berdalih bahwa ia tidak pernah mendapatkan surat penetapan sebagai tersangka. Menurut Priharsa, KPK tidak pernah memberikan surat penetapan tersangka kepada semua tersangka.

"KPK memang tidak pernah memberikan surat penetapan itu ke tersangka," kata Priharsa.

Selain itu, pihak Budi protes terhadap mekanisme penyerahan surat pemanggilan Budi oleh KPK. Surat tersebut, menurut Razman, hanya ditaruh begitu saja di kediaman dinas Budi tanpa surat pengantar dan tanda terima.

Priharsa menjelaskan bahwa surat panggilan yang dikirimkan oleh KPK ke sejumlah tempat ditandatangani dengan jelas oleh penerimanya.

Surat yang dikirimkan KPK ke Rumah Dinas Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian diterima oleh Safriyanto. Lalu, surat yang dikirim ke Kantor Lembaga Pendidikan Polri diterima oleh Suhardianto, surat yang dikirim ke rumah pribadi di Duren Tiga diterima oleh Hariyanto, dan surat yang dikirim ke Mabes Polri diterima oleh Dwi Utomo.

Lagi pula, kata Priharsa, perwira Polri yang diutus Divisi Hukum Polri hanya menyampaikan alasan absennya Budi secara lisan, bukan melalui surat. Utusan tersebut, kata Priharsa, hanya dapat menunjukkan surat penunjukan dari Divisi Hukum Polri, bukan dari Budi Gunawan.

Priharsa menambahkan, penyidik akan menyiapkan surat panggilan pemeriksaan kedua untuk Budi sebagai tersangka.

"Saat ini, penyidik sedang membuat surat pemanggilan ulang untuk pemeriksaan tersangka minggu depan. Harinya saya belum tahu," kata Priharsa.

KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebelumnya mengatakan, pihaknya ingin mengusut soal informasi beredarnya telegram rahasia yang menginstruksikan para saksi untuk tidak perlu datang dalam pemeriksaan kasus Budi.

Jika informasi tersebut benar, yang menyebarkan telegram rahasia itu akan dijerat Pasal 21, 22, dan 24 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi atas upaya menghalang-halangi proses penyidikan. (Baca: KPK Ingin Klarifikasi Telegram Rahasia Polri yang Berisi Instruksi agar Para Saksi Tak Hadir)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com