Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Goyah, KPK Harus Fokus pada Pengusutan Kasus Budi Gunawan

Kompas.com - 23/01/2015, 08:18 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti Asep Iwan Iriawan mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus tetap fokus melanjutkan proses hukum terhadap Komisaris Jenderal Budi Gunawan meski mendapatkan tantangan berbagai pihak. KPK menjerat Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

"KPK jangan sampai terpengaruh di luar urusan penyidikan. Lembaga ini fokus saja melakukan penyidikan (terhadap Budi Gunawan)," ujar Asep saat dihubungi, Jumat (23/1/2015).

Asep mengatakan, KPK hendaknya memisahkan perkara hukum terhadap Budi dengan berbagai serangan sebagai buntut dari penetapan Budi sebagai tersangka. Menurut Asep, penyidik telah melakukan prosedur hukum sebagaimana mestinya karena memiliki lebih dari dua alat bukti untuk meningkatkan status hukum Budi.

"Lembaga mana pun yang melakukan penyidikan harus tetap melakukan penyidikan. Kalau soal di luar itu, itu urusan masing-masing. Ya dipisahkan," kata Asep.

Penetapan Budi sebagai tersangka pada 12 Januari 2015 menimbulkan reaksi dari berbagai pihak. KPK dituding sengaja menetapkan status Budi sebagai tersangka bertepatan dengan momentum penunjukannya sebagai calon Kepala Polri tunggal oleh Presiden Joko Widodo. Parlemen menilai ada unsur politis di balik penetapan Budi sebagai tersangka oleh KPK.

Pihak Budi telah mengajukan prapengadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena menganggap KPK tidak memiliki dasar yang kuat dalam menaikkan status hukum Budi. Tidak hanya itu, dua pimpinan KPK yaitu Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pun dilaporkan tim kuasa hukum Budi ke Kejaksaan Agung. Mereka menganggap KPK telah menyalahgunakan kewenangan dan melakukan pembiaran terhadap Budi karena menilai jeda waktu antara penyelidikan dan penetapan tersangka terlalu lama.

Manuver lainnya datang dari politisi PDI Perjuangan. Pelaksana tugas Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mengungkapkan bahwa ia dan Ketua KPK Abraham Samad pernah melakukan lobi dan pertemuan politik menjelang Pemilu Presiden 2014. Saat itu, menurut Hasto, Abraham menyampaikan keinginannya untuk mendampingi Jokowi sebagai calon wakil presiden. 

Hasto mengatakan, pertemuan itu terjadi lebih dari lima kali. Namun, keinginan Abraham menjadi cawapres kandas karena Jokowi memilih Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden. Saat itu, kata Hasto, Abraham sudah mengetahui keputusan itu karena melakukan penyadapan.

Abraham, lanjut dia, menuding Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai pihak yang menggagalkan pencalonan Abraham sebagai wakil presiden. PDI-P beranggapan bahwa Abraham menggunakan KPK sebagai alat untuk meraih kekuasaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com