Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Beri Pengertian ke Presiden Brasil dan Raja Belanda soal Eksekusi Mati

Kompas.com - 20/01/2015, 18:00 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah memberikan pengertian kepada Raja Belanda dan Presiden Brasil soal warga negaranya yang dieksekusi mati Pemerintah Indonesia. Menurut Retno, Jokowi sudah berkomunikasi secara langsung dengan kedua kepala negara tersebut.

Retno mengatakan bahwa Raja Belanda menelepon Jokowi pada Kamis (15/2015). Adapun Presiden Brasil menelepon Jokowi pada Jumat (16/1/2015). Mereka sama-sama mempertanyakan eksekusi mati warga negaranya.

"Presiden menyampaikan posisi Indonesia soal pemberantasan narkoba. Presiden bilang ini penegakan hukum yang ingin ditegakkan di Indonesia," ujar Retno di sela silaturahim bersama pemimpin redaksi media massa di Gedung Nakula, Kementerian Koordinator Polhukam, Jakarta, Selasa (20/1/2015).

Kepada kedua kepala negara tersebut, Jokowi mengatakan bahwa persoalan eksekusi mati dua warga negara asing bukanlah bentuk dari perlawanan Indonesia terhadap negara lain. Kejahatan narkotika, sebut Presiden, adalah persoalan serius yang mesti diimbangi dengan penegakan hukum.

"Bukan hanya membahayakan satu negara saja, melainkan membahayakan kehidupan dunia. Ini soal kriminal serius," ujar Retno.

Retno mengapresiasi positif lobi internasional yang dilayangkan Presiden Jokowi tersebut. Menurut Retno, penegakan hukum adalah hal yang wajib dilaksanakan. Jika penegakan hukum dilaksanakan secara konsisten, Retno yakin Indonesia akan dihormati oleh bangsa lainnya.

Soal imbas eksekusi mati, Belanda dan Brasil memulangkan sementara duta besar mereka di Indonesia. Namun, Retno menyebut langkah kedua negara itu sah-sah saja. Menurut dia, itu bagian dari kebijakan negara lain yang harus dihormati oleh Indonesia.

Diberitakan, Kejagung telah menembak mati enam narapidana narkotika, Minggu 18 Januari 2015 lalu. Satu napi warga negara Indonesia, sementara enam napi lain adalah warga negara asing. Dua di antaranya adalah warga negara Belanda dan Brasil.

Eksekusi mati ini adalah gelombang pertama. Akan ada eksekusi mati selanjutnya.

Buntutnya, Pemerintah Brasil memanggil duta besarnya untuk konsultasi setelah itu. Brasil menegaskan eksekusi mati itu akan memengaruhi hubungan bilateral kedua negara.

"Penggunaan hukuman mati, yang dikecam masyarakat internasional, memberi pengaruh buruk untuk hubungan kedua negara," demikian pernyataan kantor Presiden Brasil, yang dikutip kantor berita resmi negeri itu, Minggu.

Belanda juga memanggil pulang duta besarnya di Jakarta dan mengecam keras eksekusi terhadap seorang warga negeri itu, Ang Kiem Soei. "Hukuman mati adalah hukuman yang kejam dan tak manusiawi yang mengabaikan kehormatan dan integritas seorang manusia," kata Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koenders. (Baca: Warganya Dieksekusi di Nusakambangan, Belanda dan Brasil Tarik Dubes)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com