Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun Pertama Jokowi-Jusuf Kalla, Akankah "Matahari Kembar" Kembali Terbit?

Kompas.com - 02/01/2015, 19:07 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah berjalan lebih dari dua bulan. Berbagai dinamika mewarnai perjalanan pemerintahan duet pemenang Pemilihan Presiden 2014 ini. Segala persoalan mulai mendapatkan sentuhan Jokowi-JK. Bagaimana sinergi keduanya mengentaskan permasalahan di negeri ini?

Ketika duet ini diwacanakan, sempat muncul spekulasi bahwa Jusuf Kalla, yang pernah menjadi wakil presiden bagi Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004-2009, akan lebih mendominasi. Di akhir kepemimpinan periode pertama SBY, JK sempat mendapatkan julukan "The Real President", hingga menganggap duet keduanya sebagai "matahari kembar".

Pengamat politik dari Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, duet Jokowi-Kalla masih harmonis. Pembagian tugas di antara keduanya, menurut dia, terlihat proporsional. Selama dua bulan pertama memerintah, Kalla tak terlihat mendominasi.

Dalam berbagai kesempatan, menurut Yunarto, Kalla kerap berbicara dengan mengatasnamakan Presiden.

"Misalnya statement Pak JK saat menangani AirAsia, Beliau selalu menggunakan kalimat 'Presiden memerintahkan'," kata Yunarto ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (31/12/2014).

Menurut Yunarto, sikap Kalla yang menyadari bahwa dirinya hanya cadangan presiden tersebut wajar dan sesuai dengan etika pemerintahan. Sudah seharusnya jika seorang wakil presiden mengatasnamakan presiden ketika berbicara di hadapan publik.

"Yang betul memang demikian, sesuai dengan tata negara, wapres memang harus menempatkan diri sebagai ban serep, sebagai cadangan," kata Yunarto.

Matahari kembar

Mengenai potensi munculnya kembali matahari kembar, Yunarto menilai, kemungkinan itu belum terlihat jika hanya mengukur kekompakan Jokowi-Kalla dalam dua bulan memerintah.
Sama halnya dengan ketika dua bulan pertama Kalla mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, menurut dia, potensi munculnya matahari kembar dalam duet Jokowi-Kalla lebih kecil jika dibandingkan ketika Kalla berduet dengan SBY. Alasannya, Kalla dan Jokowi dinilainya memiliki karakter kepemimpinan yang sama. Keduanya sama-sama tipe pemimpin eksekutor. Sementara, SBY dan Kalla memiliki karakter kepemimpinan yang berbeda. SBY seorang konseptor atau perencana yang cenderung gemar mengadakan rapat-rapat panjang, sementara Kalla seorang eksekutor yang lebih senang turun langsung ke lapangan.

"Dua bulan pertama memang belum kelihatan. Pasca tahun kedua, peran JK tampak lebih menonjol dari SBY, ini dikarenakan memang karakter keduanya berbeda, SBY seorang planner, JK seorang eksekutor. Tapi kalau JK dan Jokowi, sama -sama eksekutor sehingga lebih terasa berimbang," tutur dia.

Selain itu, saat ini Kalla bukan satu-satunya tokoh yang memengaruhi arah kebijakan Jokowi. Ada tokoh senior lain di lingkaran Jokowi yang juga memiliki pengaruh kuat. Sebut saja Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Menurut Yunarto, peran kedua tokoh ini seolah menihilkan dominasi Kalla.

"Keberadaan sosok lain ini membuat potensi JK menjadi matahari kembar tidak terlihat karena bukan hanya JK tapi ada sosok yang lain," kata Yunarto.

Lainnya, dukungan politik yang dimiliki Kalla tidak sekuat ketika dia berduet dengan SBY dulu.

"JK sekarang tidak punya partai. Beda ketika dengan SBY, di tahun keduanya dia langsung jadi ketua pumum partai politik," ujarnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com