Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Etika, Hukum, dan Tradisi Politik

Kompas.com - 26/12/2014, 19:35 WIB

Oleh Siswono Yudo Husodo

KOMPAS.com - DALAM tahun-tahun belakangan  ini, muncul fenomena memprihatinkan di panggung  politik Tanah Air.

Masifnya politik uang di pemilihan umum kepala daerah (pilkada) dan pemilu legislatif, penyuapan Ketua Mahkamah Konstitusi untuk menentukan pemenang pilkada, kampanye hitam dan fitnah di kampanye pemilu presiden, DPR yang belum bekerja efektif sejak dilantik 1 Oktober 2014, serta sidang-sidang DPR yang diwarnai perkelahian. Berkembang pula sarkasme politik dalam ungkapan kasar yang tidak bermutu seperti kata sinting yang merendahkan lawan politiknya.

Ada perkelahian di markas parpol besar dan langkah-langkah manipulatif memobilisasi dukungan lewat intimidasi serta politik uang di musyawarah nasional partai. Bekas narapidana korupsi jadi ketua panitia munas dan ditunjuk sebagai wakil ketua umum partai besar; wakil ketua DPRD provinsi adalah seseorang yang baru saja keluar dari penjara; serta istri bupati terpilih menggantikan suaminya yang terpidana korupsi. Sepertinya tak ada lagi sanksi sosial.

Etika politik

Idealisme politik berupa pengabdian untuk negara bangsa dan rakyat terbenam oleh maksud politik yang semata-mata mengejar kekuasaan, menguasai sumber daya, dan bersifat machiavelistis, tujuan menghalalkan segala cara.

Ada pula revisi UU MD3 yang berumur belum sampai satu tahun. Menyedihkan, DPR banyak membuat UU berdasarkan kepentingan politik jangka pendek untuk keuntungan kelompok. Akibatnya tidak sedikit UU yang berumur singkat. Praktis setiap lima tahun kita memperbarui UU Pemilu, UU Pilpres, UU Pilkada, UU MD3, Tata Tertib DPR, dan lain-lain yang menyita waktu, dana, dan energi.

Sebuah UU seharusnyalah dirancang sebagai perbaikan sistem bernegara dan berbangsa serta dapat berlaku untuk jangka waktu lama, bukan yang baik bagi kelompok yang berkuasa dalam jangkauan waktu yang pendek. Sistem politik harus dibangun secara sistemis dan bergenerasi. Etika kekuasaan politik pada tingkat paling tinggi menyatakan adalah tak patut apabila pemegang kekuasaan membuat aturan yang menguntungkan dirinya dan merugikan orang lain.

Etika politik selayaknyalah dipromosikan institusi-institusi politik utama—seperti DPR, parpol, MPR, DPD—karena politik juga dipahami sebagai etik mengabdi kepada negara dan bangsa. Etika memang lebih halus daripada hukum. Orang yang melanggar hukum pasti melanggar etika, tetapi melanggar etika belum tentu melanggar hukum.

Kita sedang menyaksikan kemerosotan etika politik amat dalam dan itulah yang membuat potret politik nasional jadi meresahkan. Tak terhitung pejabat negara, menteri, anggota DPR, DPRD, gubernur, bupati, dan wali kota yang tertangkap korupsi.

Aktivitas korupsi juga tak mengenal batas tabu. Ada wakil bendahara partai divonis kasus korupsi Al Quran. Sulit membayangkan ada Menteri Agama yang seharusnya menegakkan amar makruf nahi mungkar ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus korupsi.

Menjelang pemilu legislatif lalu, Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada merilis hasil penelitian korupsi parpol 2009-2014 di tingkat nasional. Ditemukan dugaan dan praktik korupsi terjadi di semua parpol yang punya wakil di parlemen atau kabinet. Sungguh kasihan negara dan bangsa ini. Apa yang salah?

Kalau kekuasaan politik dipegang orang-orang yang korup dan berperilaku menyimpang, kita sedang mengalami krisis kepemimpinan politik. Banyak politikus yang tersangkut masalah hukum berusaha membelokkan isu menjadi masalah politik. Ada juga yang habis-habisan mempertahankan jabatan politiknya agar terlindung dari jerat hukum. Aparat penegak hukum, polisi, jaksa, dan KPK memang tidak mudah menangani pelanggaran hukum yang dilakukan politisi karena politisi umumnya memiliki kepercayaan diri yang besar, pandai berargumentasi, dan punya pendukung yang dapat menimbulkan kerawanan politik.

Tanpa sanksi sosial

Di negara-negara beradab, umumnya politisi—baik presiden, menteri, anggota parlemen, bupati, maupun kepala daerah—jika melakukan hal-hal tak etis, menghukum dirinya sendiri. Akhir 2012, Direktur CIA David Petraeus mundur karena terlibat perselingkuhan. Pada 2009, mantan Presiden Korea Selatan Roh Tae-woo mengucilkan diri dan Roh Moo-hyun bunuh diri karena malu dituduh korupsi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

Nasional
Jokowi Sampaikan Dukacita atas Meninggalnya Presiden Iran

Jokowi Sampaikan Dukacita atas Meninggalnya Presiden Iran

Nasional
Laporkan Dewas KPK yang Berusia Lanjut ke Bareskrim, Nurul Ghufron Tak Khawatir Dicap Negatif

Laporkan Dewas KPK yang Berusia Lanjut ke Bareskrim, Nurul Ghufron Tak Khawatir Dicap Negatif

Nasional
Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

Nasional
Saat Revisi UU Kementerian Negara Akan Jadi Acuan Prabowo Susun Kabinet, Pembahasannya Disebut Kebetulan...

Saat Revisi UU Kementerian Negara Akan Jadi Acuan Prabowo Susun Kabinet, Pembahasannya Disebut Kebetulan...

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Dewas KPK Ke Bareskrim Polri Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Dewas KPK Ke Bareskrim Polri Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik

Nasional
Marinir Ungkap Alasan Tak Bawa Jenazah Lettu Eko untuk Diotopsi

Marinir Ungkap Alasan Tak Bawa Jenazah Lettu Eko untuk Diotopsi

Nasional
MK: Tak Ada Keberatan Anwar Usman Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya di PTUN

MK: Tak Ada Keberatan Anwar Usman Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya di PTUN

Nasional
Kemenag Sayangkan 47,5 Persen Penerbangan Haji Garuda Alami Keterlambatan

Kemenag Sayangkan 47,5 Persen Penerbangan Haji Garuda Alami Keterlambatan

Nasional
Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Nasional
Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Nasional
Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Nasional
Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Nasional
Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Nasional
Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com