Penyambung hulu-hilir antara produksi dan pengolahan membutuhkan kepastian logistik. Di sinilah konsep poros maritim dengan gagasan tol laut perlu dibuktikan guna menopang sistem logistik ikan nasional (SLIN) yang memperlancar distribusi ikan dari daerah penghasil ke sentra pengolahan. Rencana awal pemerintah untuk menerapkan SLIN pada semester II-2014 tersendat. Salah satu kendalanya adalah belum siapnya listrik untuk menopang operasional gudang pendingin.
Sekitar 70 kawasan industri berada di Jawa dengan bahan baku dipasok dari luar Jawa. Namun, konektivitas antardaerah di Indonesia terganjal biaya logistik yang tinggi, yakni 24 persen terhadap produk domestik bruto. Padahal, biaya logistik di Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Tiongkok di bawah 10 persen terhadap PDB. Di dunia, sekitar 90 persen barang, komoditas, dan produk yang diperdagangkan diangkut lewat laut karena lebih efisien.
Tol laut mendesak diwujudkan sebagai solusi mengefisienkan distribusi antarwilayah, dan antardaerah penghasil dengan daerah pengolahan, serta menekan harga komoditas.
Industri galangan
Langkah lainnya adalah memperbaiki infrastruktur laut. Untuk itu kita harus berbicara mengenai kapal dan kesiapan industri perkapalan.
Salah satu industri yang terkait erat dengan sektor maritim lainnya adalah industri galangan. Sekian lama industri galangan kapal di dalam negeri—meminjam penggambaran Menteri Perindustrian Saleh Husin—berada pada kondisi mati segan hidup tak mau.
Daya saing industri galangan kapal, terutama yang berada di luar Batam, selama ini terpuruk ketika harus berkompetisi. Harga kapal produksi galangan dalam negeri lebih mahal dibandingkan kapal impor.
Akibatnya, sebagian besar penambahan kapal berbendera Indonesia dari 6.041 unit menjadi 11.600 unit lebih selama periode 2005-2013 menyusul pemberlakuan asas kabotase diisi oleh kapal impor.
Berdasar data Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia, sekitar 90 persen penambahan kapal tersebut adalah kapal impor, bukan kapal yang diproduksi di galangan dalam negeri. Beban bea masuk impor komponen dan pajak pertambahan nilai ditengarai melemahkan daya saing industri galangan kapal.
Hal ini yang menjelaskan tingkat utilisasi pembangunan kapal baru di 250 perusahaan galangan kapal yang terdaftar hanya 60 persen. Sebagai gambaran, total kapasitas nasional terpasang untuk pembangunan kapal baru sebesar 900.000 dead weight tonnage (DWT). Sementara apabila mengacu data Kemenperin, kapasitas terpasang pembangunan kapal baru kini sudah sekitar 1 juta DWT.
Alhasil, tingkat utilisasi 100 persen di galangan kapal hanya terjadi di sisi pemeliharaan atau reparasi yang berkapasitas nasional terpasang 12 juta DWT. Artinya, ada potensi membangun kapal baru di galangan kapal dalam negeri yang selama ini disia-siakan.
Gerak cepat Kabinet Kerja untuk memberi dukungan fiskal dan nonfiskal memberi andil dalam ikhtiar meningkatkan daya saing industri galangan di Indonesia. Galangan kapal adalah industri yang sangat vital yang mendukung kejayaan Indonesia di laut.
Di titik ini, orientasi kebijakan Kabinet Kerja yang mendudukkan sektor maritim pada posisi penting patut diapresiasi. Boleh jadi inilah titik balik yang akan menciptakan momentum Indonesia meraih lagi kejayaan di lautan. Kalau semua dilakukan secara konsisten, kita tengah menuju kejayaan itu!
(BM Lukita Grahadyarini/C Anto Saptowalyono)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.