Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agung Laksono: Rakyat Sudah Lupa Pilpres

Kompas.com - 09/12/2014, 18:15 WIB

Lebih baik melalui pengadilan saja. Nanti bisa dilihat bukti-buktinya. Bukan berarti saya yakin (menang) dalam arti kata mendahului kehendak Tuhan, tetapi daripada ”perang-perang” terus.

Bagaimana kalau kalah di pengadilan?

Saya tidak berambisi membuat partai baru!

Apa strategi Golkar versi Munas Ancol dalam waktu dekat?

Kami ingin mengonsolidasikan organisasi bersamaan dengan kasus hukum. Kami harus keliling ke daerah membangun semangat mereka (para kader). Saya siap turun ke bawah.

Kapan terakhir kali Anda berbicara dengan Pak Aburizal?

Di Rapat Konsultasi Nasional di Bandung (awal bulan November 2014). Pernah satu ruangan juga di rapat pleno (di Kantor DPP Golkar), tetapi tak ada komunikasi. Dia tak telepon saya, saya juga tidak (telepon). Hanya Pak Akbar yang mencoba berkomunikasi. Saya bertemu Pak Akbar dua hari sebelum (dia) berangkat ke (Munas IX) Bali.

Benarkah Anda mendorong Golkar keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP)?

Kalau (KMP) jadi penyeimbang konstruktif, oke-lah. Tetapi, bagaimana jika tidak jelas? Saya melihat basisnya itu lebih pada perasaan kecewa karena kalah di pilpres. Masih ada perasaan ingin membalas. Buat apa?

Koalisi harusnya hanya ada saat pilpres. Beberapa hari setelah pilpres, saya keliling Jawa dan buka puasa bersama (rakyat). Mereka sudah lupa dengan pilpres dan hanya elite politik yang ingat. Bagi rakyat, yang penting dagangan mereka laku dan punya utangan (kredit) untuk usaha.

Bagaimana sikap Pak Agung dan Golkar versi Munas Ancol terhadap Perppu Pilkada?

Di rapat konsultasi di Bali, saya lihat ARB berpidato menolak Perppu Pilkada Langsung. Saya bilang, ”Bos, kan you sudah setuju (dengan Susilo Bambang Yudhoyono).” Aburizal bilang hanya setuju untuk dibicarakan. Saya berkata balik, ”Kok begitu ya?”

(Penolakan) itu akibat dari hanya mendengar suara elite, padahal seharusnya mendengar suara rakyat. Bila mendengar rakyat itu artinya, ”Suara Rakyat, Suara Golkar.” Masyarakat menginginkan pilkada langsung.

Karena suara rakyat, suara Golkar, mau tidak mau cara bergerak dan berpraktik politik harus bottom up bukan top down. Maka dari itu, saya setuju pilkada langsung dan tak setuju (pileg) proporsional tertutup. Bila ada ekses (dari proporsional tertutup), itu bukan salah undang-undang, tetapi kurang lengkapnya aturan yang ada.

Pak Aburizal menyetujui target Pak Akbar Tandjung, yakni perolehan 130 kursi DPR di Pemilu 2019. Target Pak Agung?

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com