Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/11/2014, 15:38 WIB

Memasuki bulan Februari 2012, muncul kabar tak masuk akal lainnya. Kali ini mengenai fenomena mata yang mengeluarkan kristal berlian. Adalah Tina Agustina, warga Sumedang, Jawa Barat. Menurut pengakuan Tina, kejadian tersebut bermula dari mimpi berlangsung setahun silam. Dalam mimpi itu dia diberi buah kelapa oleh seorang nenek. Kemudian keesokan hari mata Tina mengeluarkan butiran berwarna hitam.

Mimpi itu berlanjut. Sang nenek menyuruhnya membuka kelapa dan sejak itu matanya mengeluarkan butiran menyerupai berlian warna-warni tiap lima hingga sepuluh menit. Meski butiran kristal itu keras dan tajam, Tina tak sedikitpun merasa sakit.

Perubahan yang dialami Tina mengundang keprihatinan keluarga dan tetangga. Berharap kesembuhan, keluarga membawa Tina ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan.

warga setempat geger karena keluarnya sejenis mutiara yang mirip dengan perhiasan dari matanya.Tina berkata bahwa matanya mulai mengeluarkan benda keras itu sejak Selasa (22/3/2012), walau ia tak merasa kesakitan.

Terpicu oleh popularitas Ponari, Dewi Sulistyowati (12), warga Dusun Pakel, Desa Brodot, Kecamatan Bandarkedungmulyo, Jombang, juga mengumumkan temuannya berupa batu di pelataran rumahnya, Kamis (12/2/2011) sat hujan lebat yang disertai sambaran petir. Saat itu konon Dewi melihat batu kecil berwarna coklat yang mendadak berubah seperti manusia yang berguling-guling di air. Batu itu selanjutnya diambil dan disimpan.

Setelah itu, Dewi bermimpi, batu itu bicara dan ingin ikut Dewi. Batu itu bentuknya kecil berwarna coklat dan permukaannya halus. Dengan batu itu, konon Dewi berhasil menyembuhkan beberapa tetangga dan keluarganya. Salah seorang yang mengaku berhasil disembuhkan batu ajaib itu adalah Sukimah (70) warga dusun setempat. Musarofah, anak Sakimah, ditemui Surya membenarkan ibunya yang sebelumnya selama 15 hari tidak bisa jalan setelah terpeleset jatuh di kamar mandi, sekarang sudah bisa jalan, meskipun masih tertatih-tatih.

Ada juga kisah Siti Nurahmah, 35, penemu batu yang bisa menangis, di Perumahan Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur ini juga banyak didatangi warga, cerita ini sebangun dengan kisah Ponari dan Dewi Setelah mendengar hebohnya dukun imut asal Jombang Ponari yang memiliki batu sakti. Hanya saja, ibu dari tiga anak ini belum mau memberikan pengobatan. Sebab menurut Siti, batu yang minta disebut batu ‘balung putri’ itu minta dimadikan dengan kembang tujuh rupa dan dibelikan handuk baru.

Kehebohan Ponari kala itu rupanya memancing para penemu batu lainnya. Ahmad Ikhsanudin (32) alias Cak Mad asal Banyuwangi teringat dengan batu petir yang ditemukannya sekitar 19 tahun yang lalu. Batu petir Ahmad pun laris didatangi sejumlah pasien. Sekitar 20 pasien mulai mendatangi rumah Cak Mad di RT 2 RW 1, Desa Kebondalem Gumuk Bagu, Kecamatan Bangorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jatim, Senin. Mereka mencari kesembuhan dari penyakit melalui pengobatan alternatif metode batu petir.

Kemudian ada "beringin menangis", pohon beringin yang terletak di Tamansari, Jakarta Barat ini diyakini oleh warga sekitar dapat berkhasiat mengobati berbagai macam penyakit dengan tetesan dari air beringin tersebut. Untuk menghindari kemusyrikan sang pemilik menebang pohon beringin menangis tersebut, warga yang mempercayai khasiat air dari beringin menangis tersebut menyesalkan tindakan pemilik pohon tersebut. Dari kesaksian warga pohon beringin tersebut sering merintih apabila di malam hari, suara itu diyakini warga rintihan dari penunggu pohon.

Begitulah, praktik-praktik klenik senantiasa mampir dalam kehidupan bangsa ini. Tetu, banyak sebab yang memunculkan fenomena tersebut. Faktor minimnya pengetahuan, kerap dituding menjadi penyebab utama munculnya fenomena klenik yang jauh dari akal sehat itu. Selanjutnya, ada juga yang menuding mahalnya harga obat dan biaya pengobatan, sehingga masyarakat memilih dunia klenik yang relatif lebih murah. Tudingan lainnya adalah berasal dari keisengan untuk menarik perhatian masyarakat yang bisa mendongkrak popularitas si pelaku klenik.

Bagaimanapun, klenik adalah bagian dari kebudayaan, jika kebudayaan diterjemahkan sebagai upaya manusia untuk mempertahankan kehidupan. Sebab, disadari atau tidak, para pelaku klenik juga sedang melakukan upaya untuk mempertahankan hidup mereka, baik melalui pengobatan maupun raihan popularitas.

Sama dan sebangun juga dengan para politisi di Republik Cangik. Mereka sebetulnya juga sedang berstrategi mempertahankan hidup mereka dengan berbagai cara.

Bedanya, jika para pelaku klenik hanya memengaruhi orang-orang yang percaya dan dalam radius yang tak terlalu luas, maka para politisi di Republik Cangik bisa memengaruhi rakyat se-republik melalui undang-undang atau peraturan yang dibuatnya.

Keduanya juga sama-sama menggunakan taktik dagang yang bisa segera mengundang perhatian banyak orang. Sensasi, adalah jalan yang biasa dipilih oleh politisi dan para pelaku klenik. Jika pelaku klenik menggunakan sensasi-sensasi yang tak masuk akal, para politisi biasanya menggunakan dalil-dalil yang seolah-olah masuk akal. Jika para pelaku klenik menggunakan benda/media untuk meyakinkan orang, maka politisi biasanya menggunakan pernyataan-pernyataan yang menggemaskan dan mengundang kekaguman.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com