Pilihan politik pada jabatan hukum ini menambah panjang keraguan terhadap tim penegakan hukum pemerintahan JKW-JK. Dalam posisi sebagai pemerintah, Presiden punya tiga posisi kunci yang berkaitan dengan penegakan hukum: Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan Kapolri. Sayangnya, JKW-JK telah memercayakan dua di antaranya kepada tokoh dengan latar belakang partai politik yang sangat kental. Hal ini memunculkan kekhawatiran terhadap prospek penegakan hukum pada masa pemerintahan JKW-JK.
Dalam hal itulah, sistem peringatan dini sudah harus dinyalakan keras dan tegas kepada
tim hukum pada pemerintahan JKW-JK. Saatnya kita memberikan daftar pekerjaan rumah yang dapat menjadi indikator penegakan hukum dan keadilan pada era pemerintahan baru ini.
Kasus-kasus yang sudah dijanjikan untuk diselesaikan pada masa pemerintahannya oleh JKW-JK, misalnya pelanggaran HAM pada masa lalu, adalah salah satunya. Kita juga perlu menagih penyelesaian kasus hukum yang ditengarai melibatkan aktor-aktor politik. Selain itu, juga realisasi dari komitmen untuk segera melakukan bersih-bersih kejaksaan mengingat belum banyaknya kemajuan yang dibuat dalam reformasi internal kejaksaan selama ini.
Terakhir, salah satu yang paling penting adalah kemampuan kejaksaan untuk segera berkolaborasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Jika kejaksaan mau menguatkan pola kerja sama dengan KPK dan juga mau mengerjakan dengan sungguh-sungguh beberapa pekerjaan rumah di atas, bisa jadi kekhawatiran akan terjadi ”penegakan hukum rasa parpol” akan mereda.
Zainal Arifin Mochtar
Pengajar Ilmu Hukum dan Ketua PuKAT Korupsi pada Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta