Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung dan Penegakan Hukum

Kompas.com - 24/11/2014, 06:51 WIB

Oleh Zainal Arifin Mochtar

PENUNJUKAN HM Prasetyo menjadi jaksa agung oleh Presiden Joko Widodo memunculkan banyak keraguan di kalangan masyarakat menyangkut prospek penegakan hukum pada era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Ketika nama tersebut diumumkan, tak kurang dari delapan telepon kolega yang saya terima intinya mempertanyakan tiga hal utama. Pertama, apakah penunjukan tersebut melanggar aturan hukum, khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Kedua, apa alasan sesungguhnya di balik penunjukan HM Prasetyo. Ketiga, bagaimana nasib penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung jika dikomandoi orang yang berlatar belakang partai politik, seperti HM Prasetyo

Melanggar UU Kejaksaan?

Jika dibaca detail dalam UU Kejaksaan, syarat menjadi Jaksa Agung memang hampir serupa dengan syarat untuk menjadi jaksa. Karena itu, ini hanya diatur secara minimalis dalam Pasal 20 UU Kejaksaan yang menyatakan bahwa syarat menjadi Jaksa Agung adalah, sebagaimana poin- poin khusus yang diatur dalam syarat menjadi jaksa, warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada Pancasila dan UUD 1945, berlatar belakang sarjana hukum, sehat jasmani dan rohani, serta berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.

Selebihnya, posisi Jaksa Agung mutlak menjadi hak presiden untuk memilih siapa yang ingin dia tunjuk untuk menakhodai ”Gedung Bundar”. Sepanjang tidak merangkap jabatan-jabatan yang ditentukan di Pasal 21, sosok tersebut dapat dipilih sebagai Jaksa Agung.

Menarik untuk mencermati siapa HM Prasetyo. Adalah benar dia anggota DPR dari Partai Nasdem, yang berarti ia pejabat negara atau penyelenggara negara yang diatur menurut UU. Namun, apakah itu berarti ia melanggar Pasal 21 tersebut? Tentu saja tidak! Begitu dia dipilih dan sebelum dilantik, ia sudah mengundurkan diri sebagai anggota partai sehingga otomatis ia berhenti menjadi anggota DPR.

Artinya jelas tak ada rangkap jabatan yang terjadi. Pelanggaran atas UU Kejaksaan tidak terjadi. Menunjuk HM Prasetyo selaku Jaksa Agung adalah sah secara hukum.

Walau memang benar tidak ada aturan hukum yang dilanggar secara diametral oleh JKW-JK, pertanyaan tentang alasan penunjukan itu tetap menjadi penting. Hal ini mengingat karena sebelumnya terdapat sejumlah nama lain yang juga sempat digadang-gadang menjadi Jaksa Agung dan beberapa di antaranya cukup diterima publik.

Setidaknya ada tiga pertanyaan yang bisa diajukan menyangkut HM Prasetyo. Pertama, apa prestasi utama yang telah ditorehkan serta mendapatkan apresiasi publik secara berarti. Rasanya sulit untuk bisa melacaknya dengan detail. Jejak dari Kepala Kejaksaan Negeri Kotabumi (Lampung) hingga menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum di Kejaksaan Agung telah dilewati dan nyaris tak terendus prestasi yang cukup menonjol. Demikian pula dalam hal pemikiran dan terobosan. Hanya Presiden yang bisa menjelaskan alasan yang melatarbelakangi sehingga akhirnya dia yang dipilih. Prestasi adalah perlambang penting dari kapabilitas untuk menduduki jabatan Jaksa Agung.

Kedua, rekam jejak. Rekam jejak adalah perlambang penting integritas. Integritas adalah faktor yang tak bisa ditawar-tawar, sebagaimana ditegaskan dalam persyaratan menjadi Jaksa Agung berdasarkan UU Kejaksaan, yaitu berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela.

Syarat ini syarat mutlak karena tanpa ini, seorang Jaksa Agung dapat diberhentikan dari jabatannya.

Ketiga, yang tidak kalah penting adalah mengapa memilih orang yang punya akseptabilitas politik sangat tinggi. Hal yang boleh jadi, melebihi akseptabilitas publiknya. Harus diingat, posisi Jaksa Agung adalah penegak hukum. Konsep penegak hukum sesungguhnya adalah tidak boleh berpihak ke mana pun, kecuali pada keadilan yang jadi esensi dari hukum itu sendiri.

Sebagai sosok yang dekat dengan kepentingan politik, Jaksa Agung kali ini bukan tak mungkin terjerat dengan kepentingan politik sehingga menghilangkan esensi penegak hukum yang seharusnya berpihak semata-mata pada keadilan. Pada era pemerintahan pasca Soeharto, tercatat hanya satu Jaksa Agung yang berlatar partai politik kental.

Menyalakan sistem peringatan dini

Pilihan politik pada jabatan hukum ini menambah panjang keraguan terhadap tim penegakan hukum pemerintahan JKW-JK. Dalam posisi sebagai pemerintah, Presiden punya tiga posisi kunci yang berkaitan dengan penegakan hukum: Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan Kapolri. Sayangnya, JKW-JK telah memercayakan dua di antaranya kepada tokoh dengan latar belakang partai politik yang sangat kental. Hal ini memunculkan kekhawatiran terhadap prospek penegakan hukum pada masa pemerintahan JKW-JK.

Dalam hal itulah, sistem peringatan dini sudah harus dinyalakan keras dan tegas kepada
tim hukum pada pemerintahan JKW-JK. Saatnya kita memberikan daftar pekerjaan rumah yang dapat menjadi indikator penegakan hukum dan keadilan pada era pemerintahan baru ini.

Kasus-kasus yang sudah dijanjikan untuk diselesaikan pada masa pemerintahannya oleh JKW-JK, misalnya pelanggaran HAM pada masa lalu, adalah salah satunya. Kita juga perlu menagih penyelesaian kasus hukum yang ditengarai melibatkan aktor-aktor politik. Selain itu, juga realisasi dari komitmen untuk segera melakukan bersih-bersih kejaksaan mengingat belum banyaknya kemajuan yang dibuat dalam reformasi internal kejaksaan selama ini.

Terakhir, salah satu yang paling penting adalah kemampuan kejaksaan untuk segera berkolaborasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Jika kejaksaan mau menguatkan pola kerja sama dengan KPK dan juga mau mengerjakan dengan sungguh-sungguh beberapa pekerjaan rumah di atas, bisa jadi kekhawatiran akan terjadi ”penegakan hukum rasa parpol” akan mereda.

Zainal Arifin Mochtar
Pengajar Ilmu Hukum dan Ketua PuKAT Korupsi pada Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Nasional
Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Nasional
Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Nasional
Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Nasional
Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Nasional
Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Nasional
Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Nasional
Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Nasional
Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Nasional
Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Nasional
Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Nasional
Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Nasional
Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Nasional
Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com