Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Susi Tak Konsultasi Dulu Terkait Moratorium Izin Kapal Besar Penangkap Ikan

Kompas.com - 11/11/2014, 15:36 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, kebijakan moratorium perizinan kapal besar penangkap ikan tidak dikonsultasikan terlebih dahulu dengan beragam pihak stakeholder (pemangku kepentingan).

"Saya minta maaf saat saya keluarkan moratorium, saya tidak konsultasikan dengan stakeholder," kata Susi dalam acara dialog Menteri Kelautan dan Perikanan dengan pelaku usaha di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa (11/11/2014), seperti dikutip Antara.

Menurut Susi, bila dikonsultasikan dengan pemangku kepentingan terlebih dulu, hal itu bisa sampai jangka waktu yang lama hingga berbulan-bulan. (Baca: "Dibekingi" Presiden Jokowi, Susi "Pede" Moratorium Kapal Tangkap Besar)

Lamanya jangka waktu tersebut, ujar dia, ialah karena akan banyak terdapat berbagai pihak yang ingin melakukan lobi-lobi terkait dengan kebijakan moratorium tersebut.

"Kalau DPR sudah jalan, makin keburu susah saya," seloroh Susi yang enggan dipanggil Ibu Menteri itu.

Ia mengingatkan bahwa saat ini di kawasan perairan Indonesia masih banyak dilalui kapal asing. Karena itu, kata dia, di Indonesia, semua negara bisa "pesta pora" di tengah laut.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan aturan moratorium perizinan untuk izin kapal besar berbobot lebih dari 30 GT dengan tujuan untuk menata ulang kebijakan perizinan guna menghasilkan penerimaan yang lebih besar bagi negara.

Pemerintah bakal terus menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan dengan membebankan peningkatan penerimaan itu dari kapal besar berbendera asing.

Menurut Susi, sektor kelautan dan perikanan telah menghabiskan uang negara sekitar Rp 18 triliun setiap tahunnya. Nilai itu, ujar dia, dipakai untuk operasional pengembangan sektor kelautan dan perikanan berupa anggaran KKP sekitar Rp 6,5 triliun serta subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk perikanan sebesar Rp 11,5 triliun.

Ia mengingatkan, saat ini, dari 5.329 kapal besar bertonase di atas 30 gross tonnage (GT) yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia, 20 persennya kapal berbendera asing. Selama ini, lanjutnya, setiap kapal hanya berkontribusi sebesar Rp 90 juta melalui pembayaran retribusi perizinan kapal penangkapan ikan.

"Padahal, dalam sekali melaut, setiap kapal dapat menghasilkan ikan hingga 2.000 ton. Tentunya nilai yang diperoleh tersebut sangat besar jika dibandingkan nilai pendapatan negara yang disumbangkan," katanya.

Susi mengemukakan, jika ditotalkan, jumlah yang disumbangkan untuk PNBP dari sektor kelautan dan perikanan dinilai minim karena berkisar Rp 300 miliar saja per tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com