"Kalau Menhuk dan HAM enggak mencabut, PPP menginisiatori hak interpelasi di DPR. Hak itu jadi pintu masuk ke impeachment," ujar Sukrifal Faldhoisa, salah satu pengurus PPP versi Suryadharma Ali kepada Kompas.com di di kantor DPP PPP, Jalan Diponegoro Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2014).
Pria yang saat ini menjabat sebagai Ketua PPP DPW Yogyakarta itu mengatakan, presiden harus tunduk kepada undang-undang. Begitu juga jajaran menteri yang ada di bawahnya.
Sukrifal menyayangkan ada salah satu menteri Jokowi yang melampaui undang-undang, yakni mengesahkan kepengurusan partainya sepihak saja. Dia menyebut keputusan sang menteri tersebut memiliki muatan politis yang tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.
"UU Parpol bilang, jika ada sengketa partai, dikembalikan ke mahkamah partai terlebih dahulu. Jika tidak final, masuk ke pengadilan negeri. Setelah diputuskan, Menhuk dan HAM baru turun," ujar dia.
"Yang sekarang terjadi itu terlalu bertendensi politis. Satu hari setelah dilantik dia langsung mengeluarkan SK itu. Jangan jadi koboi-koboian dong," lanjut dia.
Pihaknya akan segera berkoordinasi dengan kader PPP yang berada di parlemen untuk segera mewujudkan mengajukan hak interpelasi tersebut.
Sekadar gambaran, satu hari setelah dilantik, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menerbitkan Surat Keputusan No M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat PPP. SK itu menyebut bahwa kepengurusan PPP kubu Rhomahurmuziy sah di hadapan negara.
Buntut dari SK sang menteri, kuasa hukum PPP kubu Suryadharma Ali, yang kini dipimpin Djan Faridz, menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hasilnya, PTUN mengabulkan gugatan kubu Surya sehingga SK Menteri Hukum dan HAM sebelumnya tidak berlaku lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.