Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PTUN Menangkan Gugatan Kubu PPP Djan Faridz

Kompas.com - 08/11/2014, 11:33 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan yang dilayangkan kuasa hukum PPP hasil Muktamar Jakarta untuk menunda pelaksanaan keputusan Menhuk dan HAM. Dengan begitu, keputusan Menhuk dan HAM No M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan belum dapat dilaksanakan.

Menurut siaran pers yang diterima Kompas.com, Pengadilan Tata Usaha Negara mengabulkan gugatan yang dilayangkan kuasa hukum PPP hasil Muktamar Jakarta untuk menunda pelaksanaan keputusan Menhuk dan HAM No M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan yang ditetapkan di Jakarta pada 28 Oktober 2014, yang tak lain PPP kubu Romahurmuzy alias Romy.

Kuasa hukum PPP, Humphrey R Djemat, Jumat (6/11/2014), melalui siaran persnya membenarkan adanya putusan penundaan tersebut sebagaimana dituangkan dalam penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No 217/G/2014/PTUN-JKT tertanggal 6 November 2014.

Menurut Humprey, PTUN telah mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan keputusan yang diajukan oleh penggugat. "PTUN juga telah memerintahkan kepada tergugat untuk menunda pelaksanaan surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014, tertanggal 28 Oktober 2014, tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, selama proses pemeriksaan perkara ini berlangsung sampai dengan putusan dalam perkara ini memperoleh kekuatan hukum tetap," paparnya.

Selain itu, lanjut Humprey, PTUN juga memerintahkan kepada tergugat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan pejabat Tata Usaha Negara lainnya, yang berhubungan dengan keputusan Tata Usaha Negara (obyek sengketa), termasuk dalam hal ini penerbitan surat-surat keputusan Tata Usaha Negara yang baru mengenai hal yang sama, sampai dengan adanya islah di antara para elite PPP yang bersengketa.

Ditambah lagi, ujar Humprey, PTUN juga memerintahkan panitera atau wakil panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk menyampaikan dan memberitahukan berlakunya penetapan ini kepada pihak-pihak yang bersengketa untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

"Sesuai dengan asas Erga Omnes yang berlaku dalam hukum tata usaha negara, maka penundaan pelaksanaan keputusan Menhuk dan HAM ini memiliki kekuatan hukum yang mengikat sehingga seluruh pihak terkait yang berkepentingan terhadap keputusan Menhuk dan HAM No M.HH-07.AH.11.01 pun wajib patuh terhadap penundaan keputusan Menhuk dan HAM tersebut dan pelanggaran terhadapnya memiliki akibat baik secara yuridis maupun administrasi," tuturnya.

Dengan diterbitkannya Penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengenai Penundaan Pelaksanaan Keputusan Menkumham No. M.HH-07.AH.11.01, ini, Humprey berharap seluruh pihak yang berkepentingan dengan Keputusan Menkumham tersebut,  untuk tidak melaksanakan segala sesuatu perbuatan yang didasarkan pada Keputusan Menkumham No. M.HH-07.AH.11.01 sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam Perkara PTUN No. 217.

"Pihak-pihak ini termasuk pemerintah, baik lembaga eksekutif maupun legislatif, serta para kader PPP di seluruh Indonesia," tambahnya.

Seperti diketahui, melalui Humphrey R Djemat, Adhika W Prabowo, para advokat pada Kantor Advokat Gani Djemat & Partners, selaku kuasa hukum Partai Persatuan Pembangunan (PPP),  mengajukan gugatan tata usaha negara pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta terhadap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang terdaftar dalam register perkara Nomor 217/G/2014/PTUN-JKT tertanggal 29 Oktober 2014 (Perkara PTUN No 217).

Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi obyek sengketa dalam perkara PTUN tersebut adalah keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 2014 (Keputusan Menhuk dan HAM No M.HH-07.AH.11.01).

Keputusan itu dinilai telah melanggar peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik sehingga beralasan hukum untuk mengajukan gugatan tata usaha negara yang pada pokoknya meminta agar Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta membatalkan keputusan menteri tersebut.

Selain itu, gugatan yang dimaksud diajukan pula permohonan penundaan pelaksanaan atas keputusan Menhuk dan HAM No M.HH-07.AH.11.01 dengan alasan sebagai berikut:

Adanya kekhawatiran penggugat (PPP) terhadap tindakan tergugat (Menhuk dan HAM) maupun pihak-pihak lain yang diuntungkan secara tidak sah darinya untuk tetap memaksakan menggunakan keputusan Menhuk dan HAM tersebut.

Terdapat keadaan yang sangat mendesak yang dapat mengakibatkan kepentingan penggugat (PPP) sangat dirugikan, bahkan kepentingan pihak ketiga lainnya selaku pengurus, anggota, dan kader partai PPP untuk berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat dengan menggunakan simbol-simbol PPP apabila keputusan Menhuk dan HAM No M.HH-07.AH.11.01 tetap dilaksanakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com