JAKARTA, KOMPAS.com - Berlarut-larutnya dualisme pimpinan DPR tak hanya menghambat kerja parlemen. Tenaga ahli yang dipersiapkan untuk membantu DPR pun mengalami nasib tak menentu.
Sampai saat ini, ratusan tenaga ahli Dewan itu belum menerima surat keputusan dari Sekretariat Jenderal DPR. Hal itu berdampak pada belum dibayarkannya gaji untuk tenaga ahli tersebut.
Suparni, tenaga ahli untuk anggota Fraksi PDI-P Adian Napitupulu, mengatakan bahwa dirinya belum menerima gaji sejak bekerja pada 1 Oktober 2014. "Seharusnya ini sudah masuk anggaran yang lalu. Apa yang sudah menjadi staf ahli, bukan soal kekisruhan KMP dan KIH, jangan jadi alasan," kata Parni ketika ditemui di ruang kerja Adian di Lantai 5 Gedung Nusantara I, Jakarta, Selasa (4/11/2014).
Parni tidak sendiri. Ia ditemani tenaga ahli dari anggota Fraksi Nasdem, Andri Muhammad Sondeng. Andri mengatakan bahwa posisi tenaga ahli merupakan bagian dari Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Adapun mereka merupakan tenaga ahli untuk anggota fraksi Koalisi Indonesia Hebat, yang tidak mengakui AKD bentukan pimpinan DPR.
Oleh karena itu, wajar jika mereka mempertanyakan gaji yang seharusnya diterima. Meski demikian, kata Andri, hingga kini belum ada penjelasan dari kesekjenan DPR soal itu.
"Tidak sebagus kemarin, (informasi gaji sekarang) serba tertutup. Jadi ada prasangka dan praduga," kata Andri.
Andri dan Parni sudah berkeluarga. Mereka mengaku harus berutang untuk menutup kebutuhan, seperti akomodasi. Anggota Dewan juga tidak bisa menanggung gaji mereka.
"Enggak mungkin buat nalangin kita. Gaji pokok saja enggak bisa menalangin. Mereka punya mobilitas lebih tinggi," ujar Parni.
Keluarga Parni dan Andri juga mempertanyakan kapan gaji mereka cair. Namun, keduanya tidak tahu-menahu soal itu. Mengenai kabar penghasilan tenaga ahli akan dirapel, mereka pun tidak mengetahuinya. "Jadi kita gali lubang tutup lubang kalau kayak gini," kata Parni.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal DPR RI Winantuningtyastiti mengakui belum ada surat pengangkatan untuk tenaga dan staf ahli anggota DPR RI. Setjen masih tunggu peraturan DPR yang dibuat oleh Badan Legislatif (Baleg). "Baleg belum membahasnya, apakah dengan 5 fraksi itu bisa dibahas peraturan DPR atau tidak," kata Winantuningtyastiti.
Dengan belum adanya peraturan DPR, maka pengangkatan tenaga ahli tidak bisa dilakukan. Hal ini kemudian berimbas pada gaji tenaga dan staf ahli. (Ferdinand Waskita/Johnson Simanjuntak)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.