Pertama, adalah saat politisi PPP Hasrul Azwar menjungkirbalikkan meja di ruang sidang paripurna DPR. Padahal, sidang masih berlangsung. Dia menjungkirbalikkan meja karena meradang ketika Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dari Demokrat, selaku pemimpin rapat, tidak menggubris penjelasannya.
Karena ricuh, rapat paripurna pun langsung ditutup. Rapat paripurna itu membahas penetapan alat kelengkapan Dewan. Kekisruhan berawal saat pimpinan rapat mengakui keabsahan daftar nama anggota Fraksi PPP yang disampaikan anggota Fraksi PPP, Epyardi Asda.
Sementara itu, Hasrul menilai bahwa daftar nama itu tidak sah karena bukan dikeluarkan oleh DPP PPP hasil Muktamar PPP di Surabaya yang menetapkan M Romahurmuziy sebagai ketua umum baru, menggantikan Suryadharma Ali.
Untuk tindakan Hasrul yang memalukan itu, belum ada teguran atau sanksi yang diberikan DPR. Alasannya satu, Majelis Kehormatan Dewan belum terbentuk karena DPR masih disibukkan dengan agenda pemilihan dan penetapan pimpinan komisi atau alat kelengkapan Dewan lainnya.
Hasilnya, sembilan dari 11 komisi di DPR disapu bersih oleh anggota fraksi partai Koalisi Merah Putih. Hanya Komisi V dan XI yang tertunda menggelar rapat pemilihan dan penetapan pimpinan lantaran masalah teknis.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, rapat pemilihan dan penetapan pimpinan komisi harus segera digelar meski tanpa kehadiran fraksi Koalisi Indonesia Hebat. Ia menilai pimpinan DPR telah memberikan toleransi dalam empat sidang paripurna agar anggota fraksi Koalisi Indonesia Hebat menyerahkan susunan anggota di komisi dan alat kelengkapan Dewan.
"Yang salah siapa? Kami sudah berikan kesempatan empat kali (paripurna), tapi tidak juga diserahkan," kata Fahri. Pimpinan DPR dan Koalisi Merah Putih tetap melangsungkan rapat pemilihan karena mengacu kepada Pasal 251 ayat (1) sampai (5) Tata Tertib DPR. Sebaliknya, Koalisi Indonesia Hebat berpegang pada Pasal 284 ayat (1) dari aturan yang sama.
Pada Rabu petang, secara mengejutkan, fraksi dari Koalisi Indonesia Hebat secara resmi meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menggantikan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Langkah tersebut diambil sebagai tindak lanjut setelah mereka mengangkat pimpinan DPR sementara sebagai tandingan pimpinan DPR yang ada saat ini.
Move on
Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, mengaku prihatin dengan fenomena pimpinan DPR tandingan yang dibentuk oleh Koalisi Indonesia Hebat. Ia menyarankan kekuasaan lebih mengutamakan musyawarah, bukan adu kekuatan.
"Politisi kita belum mampu mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok dan kepentingan pribadi," kecam Yusril dalam akun Twitter pribadinya, @Yusrilihza_Mhd, Rabu.
Tak hanya itu, Yusril khawatir ketika politisi lebih mengedepankan adu kekuatan, maka yang dikorbankan adalah masa depan bangsa. Menurut dia, kekuasaan itu harus dibagi dan bukan hanya untuk satu golongan tanpa mengedepankan keseimbangan di pemerintahan.