Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah Tafsir Jokowi

Kompas.com - 20/10/2014, 11:30 WIB

Lahir Jokowi lain

Di titik inilah, urgensi dari pemikiran trendi ini memiliki posisi argumen fundamentalnya. Revolusi mental, sekali lagi, tidak akan dapat diselenggarakan hingga ke tingkat praktis atau kebijakan politis jika hanya mengacu pada perhitungan-perhitungan akali yang diproduksi sekumpulan ahli ilmu sosial (sosiologi, psikologi, statistik, manajemen, politik, dan sebagainya). Ia juga harus menyertakan yang kita sebut—dan salah tafsirkan—dengan kearifan lokal, bukan sekadar "kearifan" melainkan juga gugusan pengetahuan yang luas, kaya, dan dalam dari tradisi/adab lokal yang dibangun dan dikembangkan oleh etnik dan ratusan subetnik di seluruh persada negeri, bukan hanya ratusan, melainkan ribuan tahun selama ini.

Kita harus melahirkan Jokowi-Jokowi lain sebanyaknya. Karena Jokowi yang bukan mantan pengusaha mebel itu banyak sekali, mungkin 230 juta lebih jumlahnya. Jokowi yang presiden terpilih sebenarnya tidaklah terlalu istimewa karena banyak potensi "Jokowi" sejenis yang bisa jadi lebih genial dari presiden terpilih. Keutamaan dari presiden baru ini cuma satu: ia mengetahui kecerdasan itu dan mampu mengaktualisasikannya. Inilah kemampuan "mental" yang sangat langka.

Bayangkan jika, tak usah 230 juta, tetapi 230.000 saja, satu per mil saja, yang mampu berevolusi mental menjadi "Jokowi"? Saya tak bermimpi, tetapi saya "yakin" (ini bukan term ilmiah) tak ada bangsa mana pun mampu menaklukkan, bahkan menyaingi bangsa ini. Bagaimana menyaingi apalagi menaklukkan sebuah bangsa yang dalam sejarahnya mampu melahirkan lebih dari 350 etnik/sukubangsa, lebih dari 400 bahasa—setengahnya diakui PBB/UNESCO—yang hingga kini tak satu pun orientalis atau indonesianis mampu memahami secara penuh dan komprehensif?

Bagaimana semua itu bisa dilaksanakan, direncanakan? Tentu saja itu rahasia kecil karena itu porsi tim Jokowi dan pokja-pokjanya untuk merumuskan. Dan satu imperasi dalam perumusan ini: semestinya ia dilakukan oleh mereka yang sudah lebih dulu (mampu dan mau) melakukan revolusi mental itu pada dirinya sendiri, menjadi manusia yang hidup tidak hanya mengandalkan rasionalisme-positif-materialistiknya. Yang selalu terjerat dalam perhitungan-perhitungan praktis, pragmatis, dan cenderung oportunistis, sebagaimana para teknokrat pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

Bagaimana mungkin sebuah revolusi dalam jenis ini, dirancang, diatur, dan dioperasikan oleh mereka yang justru belum terevolusi mentalnya? Apakah kita hendak memainkan dusta atau dunia yang virtual-artifisial? Jokowi, tuan dan puan, saya kita tidak berdusta, dan bukan makhluk artifisial.

(Radhar Panca Dahana, Budayawan)

Artikel ini sudah tayang di Harian Kompas edisi 17 Oktober 2014.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com